KONTAN.CO.ID - Presiden Joko Widodo melanjutkan kunjungan kerja hari keduanya di Provinsi Jawa Tengah dengan mengunjungi Puskesmas Toroh 1 di Kabupaten Grobogan, Selasa (23/1). Pada kunjungan ini, Presiden yang didampingi oleh Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin serta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono ingin melihat lebih dekat pelayanan kesehatan ibu dan anak. “Pagi hari ini, saya datang ke Puskesmas Toroh 1 di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, ingin memastikan bahwa Puskesmas memiliki USG untuk cek kehamilan,” kata Presiden Joko Widodo.
Usai peninjauan, Presiden menyampaikan bahwa secara keseluruhan pelayanan kesehatan ibu dan anak di puskesmas sudah bagus. Puskesmas telah memiliki alat USG yang digunakan untuk deteksi dini masalah kehamilan maupun masalah stunting atau kekurangan gizi kronis yang menyebabkan bayi gagal tumbuh seperti bertubuh pendek dan berat badannya kurang. “Tadi saya sudah cek sistemnya bagus, alatnya ada dan ini sudah diberikan pada 10 ribu puskesmas di seluruh Indonesia. Kita harapkan nanti semuanya punya USG sehingga kehamilan ibu dan kesehatan bayi bisa dideteksi lebih dini,” tutur Presiden. Kepala Negara menyampaikan, pemeriksaan USG di Puskesmas terhubung dengan SATUSEHAT dan hasilnya secara otomatis diterima oleh ibu hamil melalui Whatsapp. Seluruh data penimbangan balita dari Posyandu secara by name by address juga sudah terhubung dengan Aplikasi Sehat IndonesiaKu (ASIK) di level nasional dan hasil penimbangan balita diterima oleh orang tua secara otomatis disertai dengan grafik pertumbuhan dan informasi status gizi balita. Dengan demikian, setiap bayi dan anak yang berisiko-stunting atau sudah mengalami stunting dapat diketahui sejak dini untuk selanjutnya diintervensi. “Data masuk ke pusat ke Jakarta, ini penting untuk mengatasi stunting,” ucap Presiden. Selain alat USG di puskesmas, Presiden mengungkapkan bahwa pemerintah juga melengkapi setiap puskesmas dan posyandu dengan alat antropometri digital. Alat yang berfungsi untuk menstandardisasi pengukuran berat dan tinggi badan anak tersebut telah didistribusikan ke 300 ribu posyandu di seluruh Indonesia sejak 2022-2023. “Juga memberikan timbangan bayi yang kita berikan ke posyandu-posyandu, ada 300 ribu timbangan yang sudah kita berikan. Yang sebelumnya tidak ada, semuanya sekarang diberikan timbangan. Untuk cek berat badan bayi, panjang dan semuanya,” imbuh Presiden. Dari pengukuran tersebut, nantinya diketahui status gizi anak sejak dini, termasuk apakah kebutuhan gizinya telah terpenuhi sesuai kebutuhan atau belum. Dari status gizi tersebut, selanjutnya dilakukan intervensi agar tidak menimbulkan sejumlah masalah gizi pada balita seperti weight faltering atau berat badan tidak naik sesuai standar, berat badan kurang, gizi kurang, gizi buruk, dan stunting. Pertama, anak-anak yang mengalami weight faltering apabila dibiarkan akan menjadi berat badan kurang (underweight) dan berlanjut menjadi gizi kurang (wasted). Penanganan weight faltering adalah dengan merujuk balita ke puskesmas untuk ditangani oleh dokter, diberikan makanan tambahan kaya protein selama 14 hari, dan diberikan konseling oleh dokter umum. Kedua, gizi buruk terjadi karena kurangnya asupan gizi yang mana anak tampak kurus. Kondisi ini apabila tidak segera ditangani dapat mengganggu pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi tubuh. Penanganan anak dengan gizi buruk adalah dengan merujuknya ke puskesmas dan memberikan makanan tambahan kaya akan protein hewani selama 90 hari. Namun, apabila balita memiliki indikasi penyakit berat seperti jantung bawaan maka wajib dirujuk ke rumah sakit. Ketiga, stunting adalah kondisi gagal tumbuh yang menyebabkan berat dan tinggi anak di bawah rata-rata. Keadaan ini diakibatkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang lama, yakni sejak dalam kandungan hingga 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Penanganan anak stunting dengan merujuknya ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan dokter spesialis anak serta konseling dan pemberian PKMK (Pangan dengan Keperluan Medis Khusus) sesuai indikasi dan resep dokter anak.
Sementara itu, untuk balita dengan berat dan tinggi badan normal, tetap harus diberikan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) lokal berisi protein hewani dan susu. Langkah ini bisa mencegah weight faltering sampai dengan 54%. Untuk pencegahan stunting di tahapan selanjutnya, harus diberikan Pangan Olahan untuk Diet Khusus (PDK) seharga Rp 150 ribu selama 16 hari, yang bisa mencegah stunting 90%.
Baca Juga: Mulai 2024, Kemenkes Distribusikan Alkes ke Posyandu untuk Pencegahan Stunting Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti