Efektivitas Subsidi LPG 3 Kg: Perpres Baru Perlu Pengawasan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah langkah pemerintah untuk menerbitkan peraturan baru terkait penyaluran LPG 3 kg, sejumlah pengamat menilai perlu adanya pengujian terhadap penegakan hukum atas penyaluran barang subsidi di Indonesia tersebut. Menurut pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, pemerintah bisa saja melakukan revisi atau mengeluarkan peraturan baru dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) untuk mengatur penyaluran dan penerima LPG 3 kg, namun jika masih terdapat kelemahan dalam penegakan hukum atas Perpres tersebut, maka semuanya akan sia-sia. "Kelemahan dari kebijakan LPG adalah karena law enforcement-nya (penegakan hukum) tidak. Jadi bebas, yang mau keruk anggaran subsidi itu, penerima yang harusnya tidak boleh menerima," kata Agus kepada Kontan, Minggu (21/12/2025). Agus menambahkan rata-rata subsidi LPG 3 kg di Indonesia per tahun selalu di atas Rp 60 triliun, bahkan di sepanjang tahun 2024, pemerintah menganggarkan Rp 93 triliun untuk penyaluran 8,02 juta ton LPG.

Baca Juga: Presiden Prabowo Restui Penambahan Kuota LPG 3 Kg Jadi 8,5 Juta Ton Hingga Akhir 2025 Menurutnya, peraturan baru, tanpa adanya pengawasan hukum yang ketat, tidak akan membuat perubahan besar. Sebagai catatan, pemerintah sebenarnya telah melakukan perubahan mekanisme penyaluran subsidi LPG Melon dari berbasis komoditas menjadi berbasis penerima manfaat, dengan sistem pendataan pengguna dilakukan sejak Maret 2023. Sehingga sejak 1 Januari 2024, seharusnya hanya mereka yang sudah terdata yang dapat membeli LPG Melon. Namun, saat mulai diberlakukan per 1 Februari 2025, terjadi kelangkaan di sejumlah daerah. Inilah yang membuat munculnya skema sub-pangkalan sebagai penjual tingkat terkecil yang dapat menjual LPG 3 kg, dari sebelumnya yang masih bisa dijual di level eceran atau warung-warung kecil. Di sisi lain, Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (PUSKEPI) Sofyano Zakaria juga mempertanyakan dasar hukum dari pemerintah yang menetapkan pembeli LPG 3 kg berdasarkan kelompok desil tertentu. Adapun, pengelompokan desil dideteksi berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK), di mana penentuan desil bersumber dari Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) yang dikumpulkan melalui survei atau verifikasi langsung di lapangan.

Baca Juga: Kementerian ESDM Kaji Pembentukan Badan Baru Awasi Distribusi LPG 3 Kg Menurut Sofyano, agar tepat sasaran, pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan NIK atau KTP, namun harus dengan jelas mengatur golongan yang boleh membeli LPG 3 kg. "Artinya kalau LPG 3 kg kalau mau tepat sasaran, tentukan berdasarkan hukum yang tepat menerima LPG 3 kg siapa. Kalau memang untuk orang miskin, baru ditentukan miskin yang berdasarkan data apa. Menurut saya apa yang dilakukan pemerintah masih ambigu dan abu-abu," jelasnya. Sofyano merinci, target dari penerapan tepat sasaran ini sebenarnya bertujuan untuk menekan beban subsidi LPG 3 kg. Meski begitu, dia bilang jika memang ingin menekan beban, strategi tepat sasaran bukan satu-satunya jalan. "Kalau targetnya tepat sasaran, harus jelas tujuannya apa, apakah agar beban subsidi berkurang? Kalau mengurangi subsidi, bagaimana dengan cara mengoreksi harga? Itu juga bisa mengurangi subsidi," katanya.


Baca Juga: Pertamina Catat 57 Juta NIK Pembeli LPG 3 Kg, Siap Jalankan Subsidi Tepat Sasaran

Selanjutnya: Belanja Pemda Lambat Jelang Akhir Tahun, SiLPA APBD 2025 Berpotensi Membesar

Menarik Dibaca: Dana Transaksi Tidak Sesuai? Ini Cara Mudah Atur Selisih Pencairan Dana Merchant

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

TAG: