KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jaringan Layer-2 Ethereum mengurangi biaya transaksi hingga 15 kali lipat dibandingkan dengan Layer-1 Ethereum, menurut laporan CoinTelegraph. Ini menjadikannya lebih efisien untuk digunakan dalam aplikasi DeFi, NFT, dan game blockchain. Berdasarkan laporan dari ConsenSys, Ethereum terus menunjukkan perkembangan signifikan dalam adopsi teknologi blockchain di berbagai sektor. Salah satu perkembangan utama adalah peluncuran jaringan Layer-2 sebagai solusi scaling untuk Ethereum, yang dirancang untuk meningkatkan kecepatan dan efisiensi transaksi di blockchain. Penggunaan Layer-2 semakin diadopsi oleh pengguna dan pengembang.
Sektor DeFi (Decentralized Finance) di Ethereum menciptakan sistem keuangan terdesentralisasi dengan menggantikan atau melengkapi layanan keuangan tradisional seperti pinjaman, asuransi, perdagangan, dan simpanan menggunakan teknologi blockchain dan smart contracts.
Baca Juga: Harga Bitcoin Turun Tajam Setelah Pengumuman Suku Bunga The Fed, Saatnya Masuk? William Sutanto, CTO Indodax dan advokat industri Web3, mengomentari keunggulan Ethereum sebagai blockchain dengan jumlah validator terbanyak, mengalahkan Solana. "Ethereum mampu memfasilitasi inovasi baru di dunia keuangan, seperti DeFi yang mengubah cara kita melakukan saving dan lending secara transparan tanpa campur tangan organisasi manapun," jelas William pada acara ETH Genesis Block: The Dawn of Ethereum, seperti dikutip dari siaran pers, Jumat (3/8). Ethereum, sebagai salah satu platform blockchain terbesar di dunia, telah mengalami perubahan signifikan setelah upgrade terbaru. Peningkatan ini mencerminkan komitmen Ethereum untuk terus berinovasi dan mengatasi tantangan dalam lanskap blockchain dan cryptocurrency yang dinamis. Ethereum juga dikenal karena kemampuannya mendukung smart contracts dan aplikasi terdesentralisasi (DApps), membedakannya dari blockchain lain seperti Bitcoin.
Baca Juga: Harga Fluktuatif di Bulan Juli, Simak Faktor Penggerak Kripto di Agustus 2024 Mario, pendiri komunitas Web3 Parallax, menambahkan bahwa salah satu fokus utama Ethereum adalah pada DApps. "Artikulasi DApps sendiri sedang didorong untuk terus dikembangkan, sementara jaringan sudah cepat dan murah. Pengembang aplikasi di Ethereum dapat menargetkan pasar global dengan potensi yang lebih besar," ucapnya. Yan Zero dari komunitas Belajar DeFi menekankan bahwa Web3 adalah privilege karena bersifat internasional. "Vietnam Web3-nya berkembang, dan banyak proyek besarnya. Indonesia harus percaya diri juga, Web3 itu bukan hanya di Indonesia, tapi internasional," ungkap Yan Zero.
Prediksi Kenaikan ETF Ethereum
Prediksi terhadap ETF Ethereum menunjukkan tanda-tanda positif, diperkirakan akan mengalami kenaikan didorong oleh likuiditas baru yang terus masuk, terutama dari pasar Amerika Serikat. Hal ini akan memudahkan akses ke Ethereum dan mendukung stabilitas harga, yang merupakan kabar baik bagi investor dan developer di Indonesia. Investor dari Amerika Serikat, baik institusi maupun ritel, kini lebih mudah membeli kripto seperti Ethereum karena adanya likuiditas baru yang masuk ke pasar keuangan.
Baca Juga: Kripto dan Emas Jawara, Hati-Hati Geopolitik Jadi Kendala Namun, ada kendala terkait dengan ETF Ethereum yang tidak menggunakan Ethereum yang di-staking, menjadi masalah bagi investor, terutama institusi, yang mencari capital gain dan yield tambahan dari staking Ethereum. Mendapatkan keuntungan tambahan dari Ethereum bisa dilakukan melalui teknik Dollar Cost Averaging (DCA). Teknik DCA di fitur investasi rutin INDODAX dapat mengurangi risiko volatilitas pasar. Dengan cara ini, investor membeli lebih banyak unit saat harga rendah dan lebih sedikit unit saat harga tinggi, membantu menurunkan biaya rata-rata per unit dari waktu ke waktu. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli