Eko Budiwiyono: mencermati risiko ketimbang return



JAKARTA. Menjadi seorang profesional di bidang keuangan tak lantas membuat Eko Budiwiyono, Direktur Utama PT Bank DKI tertarik berinvestasi di berbagai instrumen. Eko yang sudah lebih dari 33 tahun bergelut di dunia perbankan ini, malah tidak memfokuskan diri untuk mencari return tinggi dalam berinvestasi. Baginya, yang terpenting adalah melindungi aset dari berbagai resiko.

Eko menyadari, dia adalah tipe investor konservatif. Padahal secara pendidikan dan pengalaman bekerja, Eko cukup mumpuni dalam mengelola aset-aset berisiko tinggi. Namun, itu membuat Eko lebih memahami risiko investasi dan berhati-hati. Dia hanya mempercayakan portofolionya pada produk deposito dan properti.

Dia bercerita, bukan menjadi takut karena sudah mengetahui risikonya, tetapi lebih karena profil pribadinya yang konservatif. Di sisi lain, ia juga tidak ingin ada konflik kepentingan antara pekerjaannya dan investasi pribadinya.


Hampir seluruh dananya ditempatkan di deposito. Ia mengandalkan return tetap yang diberikan oleh bank. Ayah dua anak ini percaya, menabung di deposito tidak akan terkena risiko terlalu besar. Dia dengan disiplin selalu menambah tabungannya. Dia kerap ditawari investasi dengan return yang tinggi. Eko pun paham beberapa instrumen memang punya pertumbuhan lebih menarik. Namun, ia tidak suka tergiur dengan return tinggi karena pasti risikonya tinggi pula.

Harga properti naik

Semenjak memiliki penghasilan sendiri, investasi di rumah menjadi pilihan utama Eko. Dia percaya, harga properti bakal terus melambung. Rumah pertama dibelinya di Surabaya secara kredit. Saat itu tahun 1982, cicilan rumah pertamanya hanya sebesar Rp 58.500 per bulan. Bertahun-tahun kemudian, rumahnya terjual dengan harga berkali-kali lipat.

Ia lalu hijrah ke Jakarta dan membeli rumah di kawasan Cipete, Jakarta Selatan. Rumah itu kini ditinggalinya bersama keluarga. Melihat prospek investasi properti yang menarik, Eko mulai mencari-cari properti baru. Saat ada kelebihan dana, ia membeli rumah di kawasan Fatmawati. Harga rumah itu juga sudah naik 50% dalam jangka waktu dua tahun.

Ia memilih kawasan Fatmawati karena melihat prospek jangka panjang. Jalur Fatmawati akan dilewati oleh proyek Mass Rapid Transit (MRT). Eko lebih tertarik berinvestasi di rumah tapak dibandingkan tanah. Karena harga properti yang makin tinggi, portofolionya terlihat lebih besar di aset properti.

Meski sangat konservatif dalam mengelola portofolionya, Eko tetap mencari strategi untuk melindungi nilai asetnya. Ia mencontohkan, dana pendidikan untuk anak sudah dipersiapkan sejak awal. Cita-citanya adalah menyekolahkan anaknya ke luar negeri. Makanya, Eko menabung dalam valuta asing. Ia membuka rekening valas di bank dan menabung secara rutin setiap bulannya. Hal itu dilakukan sejak anak-anaknya duduk di bangku Sekolah Dasar.

Kini, kedua putranya sudah menyelesaikan studi S2 di luar negeri atas hasil menabungnya itu. Eko sudah memperhitungkan besaran inflasi di masa depan dan nilai kebutuhan pendidikan. "Misal dalam waktu 10 tahun kebutuhan pendidikan berapa, itulah yang harus disisihkan setiap bulan," jelasnya.

Menabung dalam bentuk valas memang menjadi strategi untuk mencegah fluktuasi nilai tukar. Jadi, jika butuh pengeluaran dalam bentuk valas di masa depan, memang lebih baik menabung di valas.

Pria kelahiran Kediri, 17 Maret 1956 ini mengatakan, investor pemula sebaiknya berinvestasi di properti dan instrumen yang lebih aman dari risiko pasar. "Jangan sampai kebanyakan berinvestasi malah membuat tidur kita tak nyenyak," katanya menutup perbincangan.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini