Eko menjadi miliarder berkat sumpit (1)



Pekerja keras. Mungkin itulah yang tergambar dari pribadi Eko Krisyanto. Meski telah berhasil membangun usaha pembuatan stik hingga beromzet miliaran rupiah, Eko tak pernah berhenti memulai usaha baru. Pria muda ini bahkan masih memiliki beberapa perusahaan lainnya, dengan omzet ratusan juta hingga miliaran rupiah. Kesuksesan usaha seseorang sering tak berhubungan dengan latar belakang pendidikannya. Eko Krisyanto adalah salah satu contohnya. Eko yang dulu memilih sekolah di bidang perhotelan, kini justru menjadi produsen sumpit. Tak hanya sumpit, Eko juga memiliki usaha garmen, payet hingga dekorasi interior dan eksterior. Selepas menamatkan kuliahnya di Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti, pria 31 tahun ini memasuki dunia kerja. Berbagai pekerjaan ia tekuni, mulai dari trader forex, marketing, hingga menjadi supervisor wahana mainan anak-anak di Jakarta. Setelah kenyang menjalani berbagai pekerjaan di ibu kota, Eko pun hijrah ke Bandung pada 2006. Di kota kembang inilah Eko mulai berkenalan dengan dunia bisnis. "Pengalaman bekerja di perusahaan garmen membantu saya memahami pasar," ujarnya. Hingga suatu ketika, Eko bertemu dengan seorang teman yang mengungkapkan soal kebutuhan sumpit yang besar. Eko pun menjajal usaha pembuatan sumpit ini bersama ketiga rekannya. "Kebetulan, saya juga melihat di seputar Bandung, banyak restoran yang butuh sumpit," jelas pria lajang ini.Awalnya, ia hanya mengincar pasar lokal Bandung. Selain mengenal medan dengan baik, letak Bandung dekat dengan Garut, yang menjadi sumber bahan baku. "Kami memakai bahan baku kayu pinus dari Perhutani di Garut," ujar Eko. Di usaha patungan ini, Eko mendapat kepercayaan sebagai tenaga pemasar. Adapun dua teman lainnya mengurus produksi dan keuangan. Saat mulai jualan, mereka membuat beberapa kotak sumpit yang menjadi contoh yang dijual di Pasar Caringin, Bandung. "Dari toko grosir di Caringin ini, pembeli satu per satu datang untuk memesan sumpit secara langsung," cerita Eko.Usaha sumpit yang bernama PD Mandala ini pun kian berkembang. Bahkan, kini Eko mampu mengekspor produknya ke sejumlah negara, seperti Amerika dan negara-negara di Timur Tengah. Tak heran, saat ini omzet usaha sumpit telah mencapai Rp 1,2 miliar per bulan. Dalam sebulan, Eko mampu menjual 4.000 kotak sumpit. Dalam satu kotak sumpit itu terdapat 5.000 batang sumpit. Tak hanya dari usaha sumpit. Miliaran rupiah yang masuk ke kantong Eko juga berasal dari usaha lainnya. Kucuran rupiah itu mengalir makin deras ketika pada 2007 Eko membuka usaha garmen. Ia memproduksi pakaian berbahan jins. Dalam usahanya ini, Eko banyak menerima pesanan dari pihak luar yang membawa desain sendiri. "Usaha ini memberikan pemasukan lumayan, karena banyak merek dari luar negeri yang juga memesan produk garmen kepada kami," ujar Eko. Eko berbisik, bisnis garmen ini, kini bisa mendatangkan omzet lebih dari Rp 2 miliar per bulan. Usaha sumpit dan garmen masih belum cukup karena Eko juga merambah usaha lainnya. Ia memproduksi payet khusus untuk kerudung yang memang banyak dibuat di Bandung. Seperti dua usaha sebelumnya, pembuatan payet pun cepat mengisi pundi-pundi uangnya. Raja Payet yang baru berdiri pada Januari 2010, telah memberikan kontribusi pendapatan sebanyak Rp 700 juta per bulan. Dengan kesuksesan yang telah diraihnya, Eko pun akhirnya membeli saham teman-temannya di perusahaan sumpit. Karena, dalam perjalanan perusahaan, kedua rekan Eko akhirnya mengundurkan diri. Kemudian, ia mengubah nama perusahaan sumpit ini menjadi Media JB Chopsticks. Tak hanya itu, usaha pembuatan pakaian berbahan jins itu juga diberi nama Media Trading.Terakhir, Eko membuat usaha baru yang bergerak di bidang desain interior dan eksterior ruangan. Ia pun memberi nama usaha dekorasi ini, Media Jasa Desain.Dengan berbagai bidang usaha ini, Eko seperti tak kehabisan waktu. Ia mengakui bahwa dirinya merupakan sosok pekerja keras. Bahkan baginya, bekerja merupakan kesenangan yang menjadi bagian hidupnya. (Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Tri Adi