Ekonom ADB nilai surplus portofolio 2018 turun karena dana asing ke SBN kecil



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom Asian Development Bank (ADB) Eric Sugandi menilai penyebab turunnya investasi portofolio tahun lalu bukan karena peningkatan utang jatuh tempo di luar negeri, melainkan karena turunnya arus masuk (inflow) dana asing ke Surat Berharga Negara (SBN). 

"Turunnya inflow ke SBN lebih dikarenakan banyaknya investor global mengalokasikan dana ke obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) atau global bond US Treasury," jelas Eric saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (13/2).

Seperti diketahui, Bank Indonesia (BI) merilis surplus investasi portofolio neto mengalami penurunan pada 2018 menjadi US$ 9,3 miliar atau jauh lebih rendah dari 2017 yang mencapai US$ 21,1 miliar.   


Penurunan yang sangat tajam tersebut diklaim BI disebabkan arus dana asing yang keluar dari pasar saham dan instrumen surat utang pemerintah berdenominasi rupiah pada tiga triwulan pertama, serta cukup besarnya obligasi global pemerintah yang jatuh tempo pada 2018.

Namun, menurut Eric, utang luar negeri pemerintah yang naik mungkin menjadi pertimbangan investor asing atau global dalam menempatkan dana ke SBN. Namun, SBN masih tetap atraktif karena real maupun nominal yieldnya relatif tinggi.

Di sektor swasta, inflow ke surat utang bertambah namun outflow dari saham juga bertambah dibandingkan 2017.

Hal ini juga dipengaruhi oleh naiknya investasi pemerintah dan swasta ke portofolio asing sehingga mengurangi surplus neraca pembayaran.

Dari sisi aset, pada surat utang sektor swasta di tahun 2018 terjadi outflow sebesar US$ 3,98 miliar, meningkat dibanding 2017 yang tercatat US$ 1,79 miliar. Sedangkan inflownya pada tahun 2018 tercatat US$ 8,67 miliar, meningkat dari tahun 2017 yang tercatat US$ 5,1 miliar.

Kondisi ini dinilai masih wajar karena investasi portofolio memang lebih volatile. Investor portofolio cenderung memiliki horizon yang lebih pendek daripada investor investasi langsung.

Sedangkan outflow di bursa saham terjadi karena price to earning (P/E) ratio di Indonesia tahun 2017 sudah relatif tinggi. Harga saham bursa relatif mahal, sehingga koreksi di tahun 2018 juga hal yang wajar dan perlu agar bursa menarik lagi.

"Menurut data Bloomberg, P/E ratio Bursa Efek Indonesia (BEI) di kuartal IV-2017 ada di 22.4x dan turun ke 19.6x di kuartal IV-2018," jelas Eric.

Price To Earning Ratio, atau disingkat P/E Ratio adalah alat utama penghitungan harga saham suatu perusahaan dibandingkan dengan pendapatan perusahaan Eric menegaskan penurunan surplus di investasi portofolio bukan karena ada krisis di sistem finansial Indonesia.

Ke depan, dana asing masih akan masuk kembali karena rate of return investasi di Indonesia masih menarik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli