Ekonom ADBI prediksi sampai akhir tahun defisit neraca dagang mengecil



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Neraca perdagangan Indonesia pada kuartal I-2019 mengalami defisit sebesar US$ 193 juta, setelah mencatatkan surplus Februari dan Maret 2019. Meski demikian, ekonom menilai neraca dagang Indonesia tengah dalam kondisi menunjukkan adanya perbaikan.

Ekonom Asia Development Bank Institute (ADBI) Eric Sugandi mengatakan, neraca dagang menunjukkan perbaikan. "Dengan angka surplus di Februari dan Maret 2019, jika terjadi defisit lagi, kemungkinan defisit keseluruhan tahun akan lebih kecil dari tahun lalu," ujar Eric saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (15/4).

Ke depan, jika perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China bisa dihentikan atau tidak terekskalasi maka, surplus neraca dagang bisa sustainable. Eric memproyeksikan neraca dagang keseluruhan tahun akan defisit dikisaran US$ 3 miliar hingga US$ 5 miliar.


Adapun, kenaikan ekspor pada Maret 2019 disebabkan kenaikan volume khususnya ekspor non-migas. Sementara harga agregat migas maupun non migas cenderung mengalami penurunan.

Sementara, perbaikan kondisi neraca dagang juga dilihat dari kondisi kuartalan. Meskipun defisit dan cenderung memburuk, bila dibandingkan kuartal I-2018, angka defisit pada kuartal I-2019 ini menunjukkan perbaikan dari defisit beruntun di kuartal IV-2018. "Tapi ya balik lagi apakah sustainable atau tidak," imbuh dia.

Sedangkan perbaikan kondisi neraca migas disebabkan adanya penurunan impor hasil minyak. Menurutnya, ada kemungkinan karena kebijakan pengendalian migas. Ke depan, pergerakan neraca migas masih tergantung pada pergerakan harga minyak. Apabila harga minyak naik, defisit neraca migas akan cenderung naik.

"Karena Indonesia net importir minyak," imbuhnya.

Eric menjelaskan, harga minyak brent saat ini kembali di kisaran US$ 70 per barel. Ini menyebabkan adanya risiko peningkatan tekanan di neraca migas pada April 2019. Tapi menurutnya, harga minyak bisa saja turun kembali jika ekonomi dunia tumbuh melambat.

Apalagi harga minyak biasanya dipengaruhi tiga hal yaitu permintaan global, persediaan global dan faktor geopolitik. "Tinggal dilihat mana isu yang lebih dominan," pungkas Eric.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli