JAKARTA. Pagu belanja barang mengalami trend peningkatan. Peningkatannya mengalahkan alokasi belanja produktif yaitu belanja modal. Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai, alokasi belanja barang yang terus naik adalah konsekuensi dari birokrasi pemerintahan Indonesia yang gemuk. Untuk tahun depan dirinya menilai birokrasi pemerintahan tidak akan jauh berbeda dari yang sudah ada. Akan ada kementerian baru dengan jumlah kementerian yang sama.
Menurut David, adanya kementerian baru ini akan membuat banyak hal kecil dalam belanja barang yang bakal mengalami kenaikan. Misalnya, ganti kop surat atau papan nama. "Itu semacam re-branding. Akan besar dampaknya ke belanja barang tahun depan," terangnya ketika dihubungi KONTAN, Kamis (25/9). Di sisi lain juga akan ada tambahan ruang rapat atau ruang kerja pada kementerian baru. Idealnya, belanja modal bisa mengalami pertumbuhan yang lebih. Namun jika melihat gambaran kabinet presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi), belanja barang masih akan tumbuh signifikan. Sebagai informasi, tahun 2012 anggaran belanja barang mencapai Rp 160,03 triliun. Nilai itu kemudian naik menjadi Rp 206,5 triliun dalam APBN-P 2013. Pada tahun 2014 dalam APBN-P, belanja barang sebesar Rp 195,2 triliun. Memang pada tahun 2014 ada pengecualian karena ada pemotongan anggaran belanja sebesar Rp 43 triliun. Dulunya dalam APBN 2014, belanja barang Rp 214,4 triliun.
Keseluruhan belanja barang yang naik ini bertolak belakang dengan belanja modal. Belanja modal pada APBN-P 2012 sebesar Rp 182,62 triliun, lalu naik menjadi Rp 192,6 triliun pada tahun 2013. Kemudian pada tahun 2014 karena adanya pemotongan maka belanja modal hanya Rp 160,8 triliun. Melihat pertumbuhannya, bila dibanding belanja modal, pertumbuhan belanja barang lebih tinggi peningkatannya. Pada tahun 2013 anggaran belanja barang naik 28,8%, sedangkan belanja modal naik 21,9%. Pada tahun 2014 ketika dilakukan pemangkasan pun, belanja modal mengalami pemangkasan yang lebih dalam yaitu mencapai Rp 23,4 triliun. Sedangkan belanja barang hanya Rp 19,3 triliun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Uji Agung Santosa