Ekonom Bank Josua Pardede: Faktor Ekonomi Global Jadi Sentimen Dominan Saat Ini



KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kondisi ekonomi di dalam negeri tidak dapat dilepaskan dengan kondisi ekonomi global yang cukup dinamis saat ini. Faktor ekonomi global lah yang saat ini banyak berkontribusi menghambat laju pertumbuhan ekonomi di dalam negeri.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede dalam acara Paparan Ekonomc Review yang dilakukan Bank Permata Selasa (14/5) lalu mengatakan, saat ini utamanya gejolak ekonomi di dalam negeri dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi China, suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) hingga kondisi geopolitik lainnya .

Baca Juga: Pengamat: Tambahan Kementerian Bisa Picu Defisit Fiskal


Joshua menyebut hingga kuartal I- 2024 ini pertumbuhan ekonomi di dalam negeri masih solid di angka 5% dan mayoritasnya masih dipengaruh oleh kondisi eksternal atau dampak ekonomi global.

Ia menjabarkan dalam hal ini lebih dari 80% ekspor perdagangan di dalam negeri itu diarahkan pada China sehingga ketika laju ekonomi mereka sedikit melambat maka kita sebagai pihak yang menjalin kerjasama juga perlu hati-hati.

Tabel Global Economic Outlook dari 4 lembaga terkemuka menunjukan bahwa hingga 2025 ke depan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari segi PDB belum akan jauh dari kisaran 5%.

Berturut-turut nilai proyeksinya adalah International Monetary Fund (IMF) (5,1%), World Bank (4,9%), Asian Development Bank (ADB) (5,0%), hingga Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) (5,2%) semuanya untuk target proyeksi 2025 mendatang.

Baca Juga: Ekonomi Kuartal II Dibayangi Pelemahan Konsumsi Masyarakat

Menurut Joshua kondisi saat ini lebih tepat disebut bahwa bukan rupiahnya yang melemah melainkan dolar AS yang menguat.

“Sehingga itu yang kita lihat belakangan ini dolarnya perkasa bukan hanya terhadap rupiah tapi terhadap seluruh mata uang Asia, bahkan termasuk global, termasuk mata uang negara maju.” ujar Josua dalam gelaran tersebut.

Terakhir Joshua menambahkan soal apa yang terjadi sekitar bulan April lalu yakni konflik antara Iran dan Israel yang juga turut berkontribusi menggoyangangkan pasar uang di dalam negeri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto