Ekonom Bank Mandiri: Ekonomi AS pulih lebih cepat, jadi peluang bagi ekspor Indonesia



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman melihat, pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang lebih cepat bisa menjadi peluang untuk meningkatkan ekspor Indonesia. 

Apalagi, AS adalah negara tujuan ekspor utama Indonesia kedua terbesar setelah China, dengan pangsa ekspor non minyak dan gas (non migas) di kisaran 12% hingga 13% dari total ekspor. 

Tak hanya bisa mendongkrak nilai ekspor ke depan, ini juga akan memberi dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi domestik untuk bisa tumbuh lebih tinggi lagi. 


“Hitungan kami menunjukkan, bahwa setiap kenaikan 1% dari pertumbuhan ekonomi AS, akan menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 0,07%,” ujar Faisal kepada Kontan.co.id, Minggu (28/3). 

Namun, Faisal mengingatkan masih akan ada risiko bagi Indonesia ke depan. Meski memang ekspor ke AS nantinya bisa gemilang, tapi ada ancaman dari prospek ekspor Indonesia ke Uni Eropa. 

Baca Juga: Prospek ekonomi AS gemilang, BI: Kesempatan emas bagi ekspor Indonesia

Hal ini disebabkan oleh Eropa mulai kembali memberlakukan lockdown karena kasus harian Covid-19 yang masih tinggi. Padahal, ekspor non migas ke Uni eropa memegang pangsa sekitar 7% hingga 8% dari total ekspor. 

Risiko lain datang dari kondisi pasar keuangan. Dengan pemulihan ekonomi AS yang akan menaikkan inflasi di AS bisa menaikkan yield US Treasury yang berdampak pada naiknya yield Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia. 

Hal ini juga bisa memicu arus modal asing keluar dari Indonesia sehingga dampak positif dari ekspor ke AS yang naik bisa terhambat. 

“Dan jika inflasi yang naik juga dibarengi dengan turun cepatnya tingkat pengangguran di AS, maka akan ada risiko tapering tantrum yang lebih cepat pula,” tambah Faisal. 

Ke depan, Faisal memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini akan berada di kisaran 4,43%. Ini akan ditopang oleh konsumsi masyarakat dan belanja pemerintah. 

Selanjutnya: Ekonomi mulai pulih, keuntungan industri China capai US$ 170 miliar dalam dua bulan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi