KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Neraca perdagangan pada September 2019 diprediksi akan kembali ke tren defisit meski pada bulan sebelumnya mengalami surplus. Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan pada bulan tersebut, neraca perdagangan akan mengalami defisit sebesar US$ 49 juta, dibandingkan dengan bulan Agustus 2019 yang mencapai surplus US$ 85 juta. Baca Juga: BI proyeksikan pertumbuhan ekonomi kuartal III-2019 sekitar 5,1%, ini penopangnya "Hal ini disebabkan oleh penurunan laju ekspor secara bulanan yang lebih besar dibandingkan laju impor secara bulanan," ujar Josua kepada Kontan.co.id, Minggu (13/10). Josua memandang laju ekspor pada bulan September 2019 tertahan oleh tren penurunan harga komoditas ekspor. Seperti contohnya, batubara yang sepanjang bulan September turun sekitar 1,4% (mom), dan juga CPO yang turun tipis sekitar 0,02% (mom). Adanya perang dagang yang masih berlanjut pun masih akan menghambat laju volume ekspor. Hal ini juga disebabkan oleh perlambatan aktivitas manufaktur negara Uni Eropa (UE), Jepang, dan Korea yang merupakan mitra dagang utama Indonesia. Itu yang nantinya akan mengakibatkan laju ekspor akan melambat sebesar 5,8% (yoy). Sementara itu, dari sisi impor, diproyeksikan akan terjadi peningkatan impor minyak dan gas (migas). Hal ini disebabkan oleh kenaikan harga minyak di pasar internasional yang sebesar 3,7% (mom) sepanjang bulan September. Josua pun juga melihat adanya perbaikan dari aktivitas manufaktur Indonesia, sehingga ini mendorong perbaikan laju impor, terutama impor bahan baku. Hal-hal tersebut yang menjadi pemicu laju ekspor pada September 2019 akan turun sebesar 3,5% (yoy). Baca Juga: Survei anyar: Surplus perdagangan Indonesia pada September capai US$ 100 juta Untuk kondisi perdagangan pada kuartal III-2019, Josua melihat tetap akan terjadi defisit sebesar US$ 28 juta. Ini menurun dari kuartal sebelumnya yang mencatat defisit seebsar US$ 1,8 miliar. Oleh karena itu, untuk defisit neraca transaksi berjalan (TB) atau current account deficit (CAD) pada kuartal III-2019 diperkiakan akan berada di kisaran 2,2% hingga 2,3% terhadap PDB.
Ekonom Bank Permata prediksi neraca perdagangan defisit pada September 2019
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Neraca perdagangan pada September 2019 diprediksi akan kembali ke tren defisit meski pada bulan sebelumnya mengalami surplus. Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan pada bulan tersebut, neraca perdagangan akan mengalami defisit sebesar US$ 49 juta, dibandingkan dengan bulan Agustus 2019 yang mencapai surplus US$ 85 juta. Baca Juga: BI proyeksikan pertumbuhan ekonomi kuartal III-2019 sekitar 5,1%, ini penopangnya "Hal ini disebabkan oleh penurunan laju ekspor secara bulanan yang lebih besar dibandingkan laju impor secara bulanan," ujar Josua kepada Kontan.co.id, Minggu (13/10). Josua memandang laju ekspor pada bulan September 2019 tertahan oleh tren penurunan harga komoditas ekspor. Seperti contohnya, batubara yang sepanjang bulan September turun sekitar 1,4% (mom), dan juga CPO yang turun tipis sekitar 0,02% (mom). Adanya perang dagang yang masih berlanjut pun masih akan menghambat laju volume ekspor. Hal ini juga disebabkan oleh perlambatan aktivitas manufaktur negara Uni Eropa (UE), Jepang, dan Korea yang merupakan mitra dagang utama Indonesia. Itu yang nantinya akan mengakibatkan laju ekspor akan melambat sebesar 5,8% (yoy). Sementara itu, dari sisi impor, diproyeksikan akan terjadi peningkatan impor minyak dan gas (migas). Hal ini disebabkan oleh kenaikan harga minyak di pasar internasional yang sebesar 3,7% (mom) sepanjang bulan September. Josua pun juga melihat adanya perbaikan dari aktivitas manufaktur Indonesia, sehingga ini mendorong perbaikan laju impor, terutama impor bahan baku. Hal-hal tersebut yang menjadi pemicu laju ekspor pada September 2019 akan turun sebesar 3,5% (yoy). Baca Juga: Survei anyar: Surplus perdagangan Indonesia pada September capai US$ 100 juta Untuk kondisi perdagangan pada kuartal III-2019, Josua melihat tetap akan terjadi defisit sebesar US$ 28 juta. Ini menurun dari kuartal sebelumnya yang mencatat defisit seebsar US$ 1,8 miliar. Oleh karena itu, untuk defisit neraca transaksi berjalan (TB) atau current account deficit (CAD) pada kuartal III-2019 diperkiakan akan berada di kisaran 2,2% hingga 2,3% terhadap PDB.