JAKARTA. Ekonom Universitas Gadjah Mada, sekaligus Komisaris Independen PermataBank Tony Prasetiantono menyarankan agar Pemerintahan Joko Widodo Jusuf Kalla hanya menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sebesar Rp 2.500. Menurut Tony, kenaikan harga sebesar itu membuat bank sentral tidak perlu menaikkan suku bunga acuan (BI Rate) yang pada akhirnya akan memperketat likuiditas perbankan. "Santer terdengar tambahan beban Rp 3.000 per liter untuk BBM bersubsidi. Kalau saya hitung, harga eceran di atas Rp 9.000 membuat inflasi mencapai 8 persen. Saya usul, sebaiknya kenaikan harga BBM tidak Rp 3.000 tapi maksimum Rp 2.500," tutur Tony di Jakarta, Rabu (12/11) kemarin. Menurutnya, dengan kenaikan Rp 2.500, kemungkinan laju inflasi hanya 7%. "Ini tidak perlu menaikkan BI Rate. Secara psikologi, lebih baik. Kalau kapannya pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi, terserah," ucapnya.
Ekonom: BBM naik Rp 2.500, BI rate tak perlu naik
JAKARTA. Ekonom Universitas Gadjah Mada, sekaligus Komisaris Independen PermataBank Tony Prasetiantono menyarankan agar Pemerintahan Joko Widodo Jusuf Kalla hanya menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sebesar Rp 2.500. Menurut Tony, kenaikan harga sebesar itu membuat bank sentral tidak perlu menaikkan suku bunga acuan (BI Rate) yang pada akhirnya akan memperketat likuiditas perbankan. "Santer terdengar tambahan beban Rp 3.000 per liter untuk BBM bersubsidi. Kalau saya hitung, harga eceran di atas Rp 9.000 membuat inflasi mencapai 8 persen. Saya usul, sebaiknya kenaikan harga BBM tidak Rp 3.000 tapi maksimum Rp 2.500," tutur Tony di Jakarta, Rabu (12/11) kemarin. Menurutnya, dengan kenaikan Rp 2.500, kemungkinan laju inflasi hanya 7%. "Ini tidak perlu menaikkan BI Rate. Secara psikologi, lebih baik. Kalau kapannya pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi, terserah," ucapnya.