KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memperkirakan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) tahun ini akan sebesar 2,9% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Proyeksi ini pun tak berbeda jauh dengan perkiraan Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual. Dia memperkirakan defisit transaksi berjalan tahun ini akan berkisar 2,7% hingga 3% dari PDB. "CAD ini naik dibandingkan tahun lalu, di mana tahun lalu CAD-nya masih di bawah 2%," ujar David kepada Kontan.co.id, Rabu (10/10).
Menurut David, naiknya defisit transaksi berjalan ini disebabkan oleh banyak hal. Mulai dari harga minyak mentah yang terus menunjukkan kenaikan, volume konsumsi yang tinggi, juga impor bagan baku dan barang modal yang masih tinggi. "Banyak penyelesaian proyek infrastruktur yang membuat defisitnya lebih besar. Permintaan ekspor kita juga stagnan akibat adanya perang dagang." tambah David. Adanya beberapa kebijakan pemerintah untuk menekan defisit transaksi berjalan pun dianggap belum berdampak signifikan. Contohnya kenaikan tarif Pajak Penghasilan (PPh) impor untuk 1.147 komoditas. Menurutnya, kenaikan PPh untuk 1.147 ini hanya berkisar 5% - 7% dari total impor. Sementara, adanya kenaikan PPh ini pun belum tentu konsumsinya turut berkurang. Program perluasan B20 yang diterapkan tahun ini pun dianggap belum berdampak signifikan pada pengurangan impor migas. Apalagi, program B20 ini masih menemui berbagai hambatan di lapangan. "Menurut saya belum ada pengaruhnya, seandainya ada masih sedikit. Tapi ide ini sangat baik, apalagi produksi minyak kita terus turun," ujar David.