Ekonom BCA: Penguatan rupiah cenderung bersifat sementara



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penguatan rupiah sepanjang 2019, diprediksi sulit untuk berlanjut hingga akhir tahun ini. Ini karena, penguatan rupiah yang terjadi saat ini cenderung hanya bersifat sementara dan hanya bertahan jangka pendek.

Ekonom BCA Sekuritas David Sumual mengatakan, penguatan rupiah yang cukup signifikan akibat rilis data Standard and Poor (S&P) diprediksi hanya akan bertahan hingga pekan ini.

Menurutnya, tantangan rupiah untuk melanjutkan penguatan hingga akhir tahun masih cukup banyak. Selain rilis S&P, pernyataan Jerome Powell yang memberikan sinyal ruang pelonggaran bagi suku bunga Amerika Serikat (AS) juga merupakan sentimen jangka pendek bagi penguatan rupiah terhadap dollar AS.


Di sisi lain, Gubernur Bank Rakyat China (PBOC) Yi Gang yang bakal mendorong yuan bergerak fleksibel dalam rangka mengantisipasi larutnya sentimen perang dagang, dianggap pasar bakal mendorong pelemahan mata uang emerging market.

Sebagaimana diketahui, akhir Mei 2019 S&P menaikkan peringkat kredit utang jangka panjang Indonesia atau sovereign credit rating Indonesia dari BBB- menjadi BBB. Itu artinya, peringkat utang Indonesia dalam outlook atau prospek stabil. Selain itu, peringkat utang jangka pendek juga turut dinaikkan menjadi A-2 dari sebelumnya A-3.

"Untuk jangka pendek, rupiah kemungkinan masih akan menguat dan inflasi masih bergerak dalam target Bank Indonesia. Namun, untuk jangka panjang masih ada kedalam pada neraca transaksi berjalan," David kepada Kontan, Senin (10/6).

Dengan begitu, untuk jangka panjang David masih mempertahankan proyeksi rupiahnya di level Rp 14.500 per dollar AS. Mengingat, tren pergerakan rupiah masih sangat bergantung pada sentimen perang dagang dan harga minyak. Sedangkan dilihat dari sisi fundamental, rupiah diprediksi bakal bergerak pada rentang Rp 14.100 per dollar AS hingga Rp 14.500 per dollar AS.

Menurutnya, rupiah yang saat ini mendekat Rp 14.200 per dollar AS hanya bersifat sementara dan akan terjadi hanya pada saat ada sentimen khusus seperti data S&P yang baru dirilis. Sedangkan tantangan masih akan berlanjut seperti defisit neraca perdagangan dan kondisi politik dalam negeri yang belum ada kepastian dari sisi kabinet kerja yang baru, sehingga menunda investor untuk masuk ke Tanah Air.

"Kalau ada terobosan dari pemerintah, seperti dengan membentuk kabinet bayangan untuk memberikan gambaran sebelum Oktober nanti diumumkan agar tidak kehilangan momentum pemilu, mungkin bisa mendorong penguatan bagi kurs rupiah," ujar David.

Mengutip Bloomberg Senin (10/6) kurs rupiah ditutup menguat sebanyak 0,13% di level Rp 14.250 per dollar AS. Menurut Lana, penguatan rupiah saat ini juga didukung rilis peringkat utang Indonesia oleh S&P akhir Mei lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .