Ekonom: Belanja modal harusnya tidak dipangkas



JAKARTA. Demi menjaga defisit tidak lewat dari 2,5% dari PDB tahun ini, pemerintah memangkas anggaran belanja kementerian/lembaga sebesar Rp 100 triliun.

Anggaran kementerian yang mengalami pemangkasan terbesar adalah Kementerian Pekerjaan Umum (PU) sebesar Rp 22,746 triliun. Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih menilai, anggaran belanja modal seharusnya tidak dipangkas pemerintah. Dengan dipotongnya anggaran PU sebesar Rp 22,75 triliun, berarti ada pemotongan belanja modal. Yang artinya, realisasi pembangunan infrastruktur akan merosot. "Belanja modal adalah bagian dari manfaat APBN untuk ekonomi. Kalau belanja modal dikurangi maka tidak bisa membantu ekonomi," ujar Lana ketika dihubungi KONTAN, Selasa (20/5).Seharusnya, belanja yang dipotong adalah belanja barang ataupun pegawai yang tidak ada sangkut pautnya dengan pertumbuhan ekonomi.

Senada dengan Lana, Kepala Ekonom Bank Tabungan Negara (BTN) A. Prasetyantoko menilai yang harusnya dipangkas adalah anggaran honor ataupun perjalanan dinas dalam belanja pegawai. Alokasi belanja yang juga seharusnya dipangkas adalah belanja subsidi bahan bakar minyak (BBM). "Namun, karena tahun ini adalah tahun politik, maka pemangkasan belanja subsidi tidak mungkin dilakukan," tandas Prasetyantoko. Sebagai informasi, pemerintah melakukan pemangkasan anggaran belanja pada kementerian/lembaga (K/L)  dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2014 dengan total nilai mencapai Rp 100 triliun.


Pemangkasan anggaran ini tertera dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2014. Total anggaran yang dihemat berdasarkan Inpres ini mencapai Rp 100 triliun, dari jumlah anggaran belanja K/L sebelumnya, yaitu Rp 637,841 triliun. Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, alasan pemerintah memangkas anggaran belanja adalah untuk menjaga defisit anggaran tidak lewat dari 2,5%. Kalau tidak dilakukan pemangkasan maka defisit anggaran berpotensi melonjak lebih dari batas aman 2,5% dari PDB.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan