Ekonom : BI perlu naikkan suku bunga acuan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom menilai Bank Indonesia (BI) perlu menaikkan suku bunga acuannya (BI 7 day reverse repo rate) untuk mengantisipasi adanya ketidakpastian global sebagai imbas kenaikan suku bunga AS dan potensi melebarnya defisit transaksi berjalan di luar negeri. BI diprediksi akan kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bps) pada rapat dewan gubernur (DDG) esok. 

"Suku bunga acuan BI perlu dinaikkan. Yang pertama defisit neraca transaksi berjalan yang akan berpotensi lebih luas pada tahun ini, kedua, ketidakpastian pada dinamika ekonomi global dan yang ketiga adalah target BI dalam penanganan stabilitas atas pertumbuhan dan pendekatan yang ditetapkannya sebagai langkah pre-emptive, font loading, dan ahead the curve," ujar Ekonom PT Bank Mandiri Andry Asmoro kepada Kontan.co.id Rabu (27/6)

Andry juga menambahkan, kenaikkan yang disarankan kepada Bank Indonesia untuk menaikkan suka bunga acuannya adalah 25 bps atau sebesar 0,25%. 


Ekonom Permata Bank Josua Pardede juga melihat BI akan tetap berupaya menjaga stabilitas makro ekonomi Indonesia, khususnya stabilitas nilai tukar rupiah dalam jangka pendek dan akan mempertimbangkan kebijakan yang pre-emptive dalam merespon perkembangan terbaru arah suku bunga AS pasca rapat FOMC 13-14Juni yang lalu.

"Jika nilai tukar rupiah cenderung melemah dalam jangka pendek, BI berpotensi akan kembali melakukan pengetatan kebijakan moneter dengan menaikkan kembali tingkat suku bunga acuan. Kenaikan suku bunga acuan selanjutnya akan direspon oleh perbankan dengan menaikkan tingkat suku bunga DPK serta suku bunga kredit," kata Josua.

Berly Martawardaya, pengamat ekonomi Universitas Indonesia (UI) juga sepakat BI perlu menaikkan suku bunga sebesar 0,25%. Karena menurutnya bank sentral di negara-negara berkembang lainnya juga menaikkan suku bunga acuannya, sehingga bila BI tidak ikut menaikkan rate akan riskan terjadi arus keluar dana maupun berkurangnya capital inflow yang masuk ke Indonesia dan dianggap kurang responsif.

"Saya lihat perlu naik 0,25%. Fed rate udah naik sehingga capital inflow kurang tarikannya dan rupiah sudah di atas Rp 14.000 lagi," kata Berly.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi