Ekonom: BI perlu pikirkan pengawasan utang swasta



JAKARTA. Bank Indonesia (BI) terus menggodok aturan peningkatan risiko kehati-hatian korporasi dalam melakukan pinjaman luar negeri. Salah satu opsi pilihan yang saat ini dikaji BI adalah maksimum 70% utang dalam bentuk valuta asing (valas) bila dibanding aset dalam bentuk valas.

Lebih dari batas itu maka harus dilakukan lindung nilai atawa hedging. Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih berpendapat, porsi utang valas 70% adalah porsi yang moderat. Kuncinya adalah pada hedging.

Langkah BI yang membuat aturan soal hedging dan memperpanjang tenor hedging adalah langkah yang baik. Aturan tersebut perlu untuk menindaklanjuti upaya pengendalian utang luar negeri swasta.


Menurut Lana, yang perlu dipikirkan oleh BI adalah tentang pengawasan. Siapa yang akan mengawasi korporasi dalam melakukan pinjaman luar negeri. Akan lebih baik apabila BI memberikan sanksi. "Kaitkan sanksinya terkait pajak. Misalnya mereka tidak dapat pengurang pajak. Kalau itu tidak diberi sanksi akan susah mengatur utang," ujar Lana ketika dihubungi KONTAN, Jumat (19/8).

Kalau perusahaan pelat merah alias Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ada pemerintah yaitu Kementerian BUMN yang mengawasi. Sedangkan perusahaan non BUMN tidak ada yang mengawasi. Maka dari itu, perlu dibuat sanksi agar lebih mudah implementasinya dan diikuti oleh swasta.

Di sisi lain, Kepala Ekonom Bank Tabungan Negara (BTN) A. Prasetyantoko menilai, perlu ada pengecualian rasio untuk korporasi yang utang luar negerinya terlalu besar. Rasio atau persentasenya perlu dibuat lebih tinggi dari 70%.

Senada dengan Lana, menurut Prasetyantoko, yang perlu diperhatikan adalah pengawasannya. Sebagai langkah awal, BI bisa meminta korporasi untuk melaporkan utang luar negerinya berbasis dokumen.

Namun apabila tidak ada pengaruhnya dan tetap saja swasta gencar berutang maka perlu ada kebijakan lebih ketat. "Harus ditindaklanjuti dengan hukuman," pungkasnya.

Yang terpenting pula , BI harus lakukan sosialisasi kepada korporasi mengenai aturan ini. BI harus mengupayakan swasta memahami aturan utang dengan baik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie