JAKARTA. Bank Indonesia (BI) tidak bergeming. Di tengah gempuran pemerintah yang menginginkan penurunan suku bunga untuk mendorong ekonomi, otoritas moneter ini tetap meneruskan kebijakan moneter ketatnya. Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Selasa (19/5) memutuskan untuk mempertahankan BI rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga deposit facility 5,50% dan lending facility pada level 8,00%. Keputusan ini dianggap sejalan dengan arah kebijakan moneter BI yang masih cenderung ketat untuk menjaga inflasi berada dalam sasaran 4% plus minus 1% dan mengarahkan defisit transaksi berjalan ke level yang lebih sehat. Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan kondisi BI rate belum memungkinkan untuk dipangkas karena risiko pada inflasi masih tinggi dan rupiah yang belum stabil. Fokus pada stabilitas adalah fokus yang harus didahulukan oleh bank sentral. Alhasil pertumbuhan ekonomi tahun ini memang sulit naik. Josua memperkirakan perekonomian Indonesia hingga akhir tahun akan berada pada kisaran 4,85%-5% dari sebelumnya ia memproyeksi 5%-5,3%. Untuk triwulan kedua masih sulit mencapai 5%, namun pada triwulan III dan IV bisa berpotensi merangkak ke atas 5%. Kuncinya adalah pada pemerintah. Bagaimana realisasi belanja infrastruktur pemerintah memegang peranan penting. "Sehingga investasi bisa masuk dan konsumsi masyarakat terdorong naik," ujarnya, Selasa (19/5). Langkah BI yang melonggarkan kebijakan makro prudensial adalah langkah yang positif. Langkah ini adalah langkah yang bisa digelontorkan BI untuk mendorong pertumbuhan karena pada sisi moneter BI belum bisa menurunkan suku bunganya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Ekonom: BI rate bertahan karena inflasi tinggi
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) tidak bergeming. Di tengah gempuran pemerintah yang menginginkan penurunan suku bunga untuk mendorong ekonomi, otoritas moneter ini tetap meneruskan kebijakan moneter ketatnya. Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Selasa (19/5) memutuskan untuk mempertahankan BI rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga deposit facility 5,50% dan lending facility pada level 8,00%. Keputusan ini dianggap sejalan dengan arah kebijakan moneter BI yang masih cenderung ketat untuk menjaga inflasi berada dalam sasaran 4% plus minus 1% dan mengarahkan defisit transaksi berjalan ke level yang lebih sehat. Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan kondisi BI rate belum memungkinkan untuk dipangkas karena risiko pada inflasi masih tinggi dan rupiah yang belum stabil. Fokus pada stabilitas adalah fokus yang harus didahulukan oleh bank sentral. Alhasil pertumbuhan ekonomi tahun ini memang sulit naik. Josua memperkirakan perekonomian Indonesia hingga akhir tahun akan berada pada kisaran 4,85%-5% dari sebelumnya ia memproyeksi 5%-5,3%. Untuk triwulan kedua masih sulit mencapai 5%, namun pada triwulan III dan IV bisa berpotensi merangkak ke atas 5%. Kuncinya adalah pada pemerintah. Bagaimana realisasi belanja infrastruktur pemerintah memegang peranan penting. "Sehingga investasi bisa masuk dan konsumsi masyarakat terdorong naik," ujarnya, Selasa (19/5). Langkah BI yang melonggarkan kebijakan makro prudensial adalah langkah yang positif. Langkah ini adalah langkah yang bisa digelontorkan BI untuk mendorong pertumbuhan karena pada sisi moneter BI belum bisa menurunkan suku bunganya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News