JAKARTA. Bank-bank Pembangunan Daerah (BPD) juga bisa ikut menangkap peluang bisnis valuta asing seiring terbitnya Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang devisa hasil ekspor. Namun hal tersebut juga disesuaikan dengan aset dan modal BPD bersangkutan. "Dalam konteks seperti ini, yang punya akses lebih adalah bank-bank devisa. Bank skala besar seperti Bank DKI, Bank Jabar, Bank Jatim tidak masalah. Tapi untuk bank daerah yang masih kecil butuh waktu," kata Kepala Ekonom Mandiri Sekuritas Destri Damayanti Selasa (27/9). Pasalnya, selain dibutuhkan aset dan modal yang besar, perbankan yang ingin masuk ke divisi internasional harus juga memiliki cukup banyak koneksi dan korespondensi dengan bank di luar negeri cukup banyak. Menurut Destri, kendati bank-bank daerah yang berskala kecil belum bisa terjun di bisnis devisa hasil ekspor, bukan berarti potensi berkembangnya menipis. "Masih ada ruang pertumbuhan di kredit. Rasio kredit terhadap GDP kita masih 27%. Bandingkan dengan Malaysia yang sudah di atas 50%. Pembiayaan lokal mash punya ruang cukup besar," kata Destri.
Ekonom: BPD berskala kecil butuh waktu tangkap dari PBI devisa ekspor
JAKARTA. Bank-bank Pembangunan Daerah (BPD) juga bisa ikut menangkap peluang bisnis valuta asing seiring terbitnya Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang devisa hasil ekspor. Namun hal tersebut juga disesuaikan dengan aset dan modal BPD bersangkutan. "Dalam konteks seperti ini, yang punya akses lebih adalah bank-bank devisa. Bank skala besar seperti Bank DKI, Bank Jabar, Bank Jatim tidak masalah. Tapi untuk bank daerah yang masih kecil butuh waktu," kata Kepala Ekonom Mandiri Sekuritas Destri Damayanti Selasa (27/9). Pasalnya, selain dibutuhkan aset dan modal yang besar, perbankan yang ingin masuk ke divisi internasional harus juga memiliki cukup banyak koneksi dan korespondensi dengan bank di luar negeri cukup banyak. Menurut Destri, kendati bank-bank daerah yang berskala kecil belum bisa terjun di bisnis devisa hasil ekspor, bukan berarti potensi berkembangnya menipis. "Masih ada ruang pertumbuhan di kredit. Rasio kredit terhadap GDP kita masih 27%. Bandingkan dengan Malaysia yang sudah di atas 50%. Pembiayaan lokal mash punya ruang cukup besar," kata Destri.