KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana agar Pemda ikut serta dalam mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan menanggulangi defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Oleh karena itu, saat ini pemerintah tengah menyiapkan langkah-langkah untuk rencana ini. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, BPJS Kesehatan yang tercatat defisit Rp 9 triliun ini memang membuat publik bertanya-tanya. Sebab, masyarakat membayar iuran yang tidak sedikit. Namun, kini langkah pemerintah adalah melakukan sharing beban biaya pengobatan penyakit kronis ke keluarga pasien dan membebankan ke anggaran daerah. “Ini sebuah hal yang pastinya absurd dan melanggar prinsip BPJS itu sendiri yakni meringankan beban masyarakat Indonesia dalam hal biaya kesehatan,” katanya kepada KONTAN, Minggu (26/11). Meski begitu, menurut Bhima, sebenarnya ada cara yang lebih kreatif. Salah satunya adalah dengan penerapan pajak dosa atau sin tax. Cara ini diterapkan dibanyak negara yang memiliki jaminan kesehatan universal, contohnya Inggris dengan National Health Services (NHS). “Uang dari rokok, dan barang kena cukai yang berbahaya bagi kesehatan dipungut lalu dikelola untuk menutup defisit pelayanan kesehatan. Artinya, agar BPJS Kesehatan masih bisa survive kuncinya adalah memperluas dan mengoptimalkan basis pajak dosa,” ucap dia. Sayangnya, Indonesia masih sempit dalam menerapkan barang kena cukai (BKC) dengan hanya ada tiga BKC, yakni rokok, alkohol, dan etil alkohol. Dari tiga barang itu 95% hasil cukai Indonesia berasal dari rokok. “Sedangkan Thailand dan Singapura punya lebih dari 10 barang kena cukai dan tidak bergantung dari rokok semata,” kata Bhima. Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah fokus pada perluasan barang kena cukai yang berbahaya bagi kesehatan. Misalnya, asap kendaraan bermotor yang sama berisikonya dengan asap rokok. Selain untuk mengurangi dampak polusi udara bagi kesehatan dan lingkungan, pajak dosa kendaraan bermotor juga bisa digunakan untuk iuran defisit BPJS Kesehatan. “Hasil hitung-hitungan INDEF tahun 2016, total penerimaan cukai kendaraan bermotor baik mobil dan sepeda motor bisa mencapai Rp 5 triliun per tahun,” jelasnya. Potensi pajak dosa lainnya adalah minuman berpemanis di mana diabetes penyumbang kematian nomor tiga 3 di Indonesia menurut data WHO. “Jebolnya keuangan BPJS Kesehatan membuka peluang agar pemerintah lebih kreatif memperluas basis pajak dosa. Tentunya harus dibicarakan baik-baik dengan pelaku industri,” katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Ekonom: BPJS butuh pajak dosa bukan APBD
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana agar Pemda ikut serta dalam mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan menanggulangi defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Oleh karena itu, saat ini pemerintah tengah menyiapkan langkah-langkah untuk rencana ini. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, BPJS Kesehatan yang tercatat defisit Rp 9 triliun ini memang membuat publik bertanya-tanya. Sebab, masyarakat membayar iuran yang tidak sedikit. Namun, kini langkah pemerintah adalah melakukan sharing beban biaya pengobatan penyakit kronis ke keluarga pasien dan membebankan ke anggaran daerah. “Ini sebuah hal yang pastinya absurd dan melanggar prinsip BPJS itu sendiri yakni meringankan beban masyarakat Indonesia dalam hal biaya kesehatan,” katanya kepada KONTAN, Minggu (26/11). Meski begitu, menurut Bhima, sebenarnya ada cara yang lebih kreatif. Salah satunya adalah dengan penerapan pajak dosa atau sin tax. Cara ini diterapkan dibanyak negara yang memiliki jaminan kesehatan universal, contohnya Inggris dengan National Health Services (NHS). “Uang dari rokok, dan barang kena cukai yang berbahaya bagi kesehatan dipungut lalu dikelola untuk menutup defisit pelayanan kesehatan. Artinya, agar BPJS Kesehatan masih bisa survive kuncinya adalah memperluas dan mengoptimalkan basis pajak dosa,” ucap dia. Sayangnya, Indonesia masih sempit dalam menerapkan barang kena cukai (BKC) dengan hanya ada tiga BKC, yakni rokok, alkohol, dan etil alkohol. Dari tiga barang itu 95% hasil cukai Indonesia berasal dari rokok. “Sedangkan Thailand dan Singapura punya lebih dari 10 barang kena cukai dan tidak bergantung dari rokok semata,” kata Bhima. Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah fokus pada perluasan barang kena cukai yang berbahaya bagi kesehatan. Misalnya, asap kendaraan bermotor yang sama berisikonya dengan asap rokok. Selain untuk mengurangi dampak polusi udara bagi kesehatan dan lingkungan, pajak dosa kendaraan bermotor juga bisa digunakan untuk iuran defisit BPJS Kesehatan. “Hasil hitung-hitungan INDEF tahun 2016, total penerimaan cukai kendaraan bermotor baik mobil dan sepeda motor bisa mencapai Rp 5 triliun per tahun,” jelasnya. Potensi pajak dosa lainnya adalah minuman berpemanis di mana diabetes penyumbang kematian nomor tiga 3 di Indonesia menurut data WHO. “Jebolnya keuangan BPJS Kesehatan membuka peluang agar pemerintah lebih kreatif memperluas basis pajak dosa. Tentunya harus dibicarakan baik-baik dengan pelaku industri,” katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News