JAKARTA. Musim panen komoditi pangan menjadi stimulus terjadinya deflasi tipis pada bulan April 2014. Oleh karena itu, secara keseluruhan inflasi dapat dikatakan berada dalam trend membaik alias menurun. Berdasarkan hasil pengamatan sejumlah ekonom, pada bulan April ini akan terjadi deflasi. Ekonom Mandiri Destry Damayanti mengatakan, hitung-hitungan sementara hingga pertengahan bulan April terjadi deflasi di bawah 0,1%. Curah hujan yang mulai normal dan panen raya yang bagus menjadi andil deflasi. Harga beras serta komoditi hortikultura terdorong ke bawah.
Kenaikan tarif dasar listrik (TDL) yang terjadi pada bulan April baru akan terasa dampaknya pada bulan Mei mendatang. Karena ada kenaikan TDL ini pulalah inflasi hingga akhir tahun, menurut Destry, akan terkoreksi ke atas. "Sekitar 5,3% keseluruhan tahun," ujarnya kepada KONTAN, Senin (28/4). Kepala Ekonom BII Juniman pun memperkirakan, deflasi terjadi pada bulan keempat 2014 yaitu sebesar 0,07% sehingga inflasi tahunan alias year on year (yoy) tercatat pada level 7,2%. Inflasi relatif kembali normal sekitar bulan Juli pada level 4,9% akibat habisnya efek kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada Juni tahun lalu. Kondisi fundamental dalam negeri ini akan membawa pengaruh positif bagi pasar terutama terhadap kondisi rupiah. Tapering off masih menghantui Menurut Juniman, rupiah selama sepekan ini masih akan bergerak di level 11.500-11.650. Meski ada ekspetasi inflasi yang kecil serta neraca dagang yang disinyalir surplus pada bulan Maret, namun kondisi global terkait tapering off The Fed masih menghantui perekonomian dalam negeri. Pemerintah tidak boleh lengah akan inflasi. Pengamat Ekonomi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam menjelaskan, pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi akhir-akhir ini serta krisis ukraina akan memberikan tekanan pada inflasi ke depan. Momentum deflasi yang akan terjadi pada bulan April tidak bisa menjadi acuan bahwa inflasi dalam trend menurun. "Kemungkinan untuk naik masih tinggi," tandas Latif. Faktor politik adanya pemilu, kenaikan TDL industri, hari raya lebaran, serta keinginan Amerika Serikat untuk terus secara intensif melaksanakan kebijakan pengurangan stimulus, dan berbagai faktor lainnya akan membayangi inflasi. Karena itu, ditekankan oleh Kepala Ekonom BNI Ryan Kiryanto bahwa Bank Indonesia (BI) hendaknya belum melonggarkan kebijakan moneternya. Pasalnya, tekanan terhadap inflasi serta defisit transaksi berjalan masih ada. Apalagi, pemerintah dalam hal ini belum disiplin dalam mengelola anggaran sehingga berpotensi mendorong impor lebih tinggi lagi. Ryan sendiri memperkirakan pada bulan April akan terjadi deflasi pada level 0,1%.
Berbeda dengan yang lainnya, Ekonom Samuel Asset Manajemen Lana Soelistianingsih melihat ada potensi inflasi pada bulan April sebesar 0,45%. Memang, pada bahan makanan terjadi deflasi, namun karena faktor pemilu serta pelemahan nilai tukar rupiah mempunyai andil lebih besar sehingga memicu terjadinya inflasi. Akibatnya, secara tahunan, inflasi pada bulan April diperkirakan Lana akan berada pada level 7,6%. Padahal, sebelumnya, inflasi tahunan Maret berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat sebesar 7,32%. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dikky Setiawan