Ekonom: Burden sharing mampu jaga level layak investasi surat utang pemerintah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Skema pembagian beban (burden sharing) pembiayaan utang untuk pemulihan ekonomi nasional yang telah disepakati oleh Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI) rupanya mampu menjaga peringkat surat utang pemerintah di level layak investasi.

"Dengan mengurangi beban bunga utang pemerintah, maka akan berpengaruh pada debt sustainability dan fiscal space pemerintah. Selain itu, juga bisa menutupi defisit anggaran dalam jangka pendek ini," kata ekonom Bank Permata Josua Pardede kepada Kontan.co.id, Minggu (19/7). 

Baca Juga: Ada burden sharing, Ekonom Bank Permata: Inflasi 2021 akan dekati upper bound target


Josua pun melihat, kalau burden sharing ini tidak dilakukan, maka bunga utang pemerintah akan semakin membebani. Hal ini dengan mengingat peningkatan utang yang cukup signifikan pada tahun ini untuk pemulihan ekonomi akibat Covid-19. 

Pembayaran bunga tanpa burden sharing memberikan beban keuangan terhadap negara yang cukup signifikan, bahkan hingga Rp 134,4 triliun dalam 4 tahun. Dengan hadirnya bank sentral dalam skema burden sharing, maka rasio bunga utang bisa berkurang hingga 0,16% per PDB dan 1,14% per belanja pemerintah. 

Lebih lanjut, Josua juga memandang kalau skema burden sharing ini menunjukkan semangat positif. Pasalnya, ini menunjukkan kalau otoritas fiskal dan otoritas moneter melakukan koordinasi yang kuat dalam memberikan stimulus bagi perekonomian. "Ini tentunya bisa membawa dampak yang baik pada akselerasi pemulihan ekonomi sekaligus stabilnya pasar keuangan," tambah Josua. 

Baca Juga: Inflasi 2021 bakal meningkat gara-gara burden sharing? Ini pendapat para ekonom

Meski ada perspektif negatif dari investor asing terkait BI yang terlampau jauh dalam melakukan ekspansi moneternya, Josua menampik hal itu. Menurutnya, ini merupakan hal yang wajar. 

Pasalnya, sebagian besar bank sentral di berbagai negara juga turut berkontribusi dalam pembiayaan defisit fiskalnya yang meningkat tajam akibat pandemi ini. Tak terkecuali, dengan bank-bank sentral di negara-negara maju. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .