Ekonom Core: Penggunaan AI Berpotensi Tingkatkan Kemiskinan dan Pengangguran



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Eksekutif Center of Reforrm on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan (AI) di Indonesia berpotensi meningkatkan pengangguran dan kemiskinan. Pasalnya, struktur ekonomi Indonesia masih didominasi sektor informal dan tradisional.

“Kita masih membutuhkan penciptaan lapangan pekerjaan yang level pekerjaan menengah ke bawah, sementara pengembangan dari AI ini ada efek sampingnya, misalnya menggantikan sebagian fungsi manusia dalam proses produksi,” ujar Faisal dalam tayangan YouTube CORE Indonesia, Jumat (11/8).

Sehingga dikhawatirkan menjadi kontraproduksi terhadap penciptaan lapangan pekerjaan dan pengentasan kemiskinan. 


Baca Juga: Pekerjaan yang Paling Dicari dan yang Terancam Hilang di 2028

Selain berisiko terhadap sisi pekerjaan, pemanfaatan AI juga berisiko dalam sisi keamanan data pribadi.

Sebab, “Pengguna berisiko terhadap penipuan atau keamanan informasi data pribadi,” tandas dia.

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan kecerdasan buatan atau artificial inteligence (AI) dapat mendongkrak ekonomi global.

Perry bilang perkembangan teknologi, termasuk AI dapat mendongkrak ekonomi global. AI diyakini mampu meningkatkan produktivitas.

Mengutip laporan McKinsey, Perry menyebut AI dapat menghasilkan US$ 2,6 triliun hingga US$ 4,4 triliun secara global dalam setahun. 

Sehingga, penggunaan AI berpotensi mengubah lanskap ekonomi Indonesia.

Baca Juga: Pembuat karakter AI, Genexyz Mendapat Suntikan Dana dari Sejumlah Investor

Perry menilai, sejumlah faktor produksi, termasuk investasi pada berbagai sektor ekonomi, seperti manufaktur, kesehatan, dan transformasi dapat berlipat ganda nilai tambahnya dengan pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan. Selain itu, proses reformasi proses bisnis dapat berjalan cepat.

Meski demikian, Perry bilang, keberadaan AI juga dapat bersifat destruktif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi