KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui PMK 117/2021 mematok batas maksimal kumulatif defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2022 sebesar 0,32% dari proyeksi Produk Domestik Bruto (PDB) 2022. Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy, menilai angka tersebut sudah cukup relatif dalam mengakomodasi kebutuhan anggaran daerah yang akan dibiayai dari pinjaman daerah dan juga pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) daerah. “Saya kira belajar dari pengalaman di tahun 2020 dan juga tahun 2021 sudah defisit APBD tersebut sudah cukup. Kita juga tahu bahwa tahun depan masih merupakan tahun transisi pemulihan ekonomi dimana tentu bentuk dukungan ke daerah menjadi penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah,” kata Yusuf kepada Kontan.co.id, Rabu, (8/9).
Yusuf mengatakan, maksimal kumulatif defisit yang ditargetkan tersebut berkaitan dengan prasyarat dalam mengakses bantuan pengeluaran pembiayaan dan pinjaman daerah PEN. Dalam mengakses bantuan pinjaman PEN-pun pemerintah pusat punya prasyarat yang harus dipenuhi, sehingga Pemerintah Daerah tidak serta merta bisa mengakses bantuan tanpa memperhatikan kemampuan mengeksekusi belanja daerahnya. Karena salah satu prasyaratnya yaitu melihat kemampuan APBD daerah bersangkutan di tahun sebelumnya. Baca Juga: Penerimaan kekayaan negara yang dipisahkan turun 52,27% per Juli 2021, ini sebabnya Hal yang perlu diperhatikan, menurut Yusuf adalah bagaimana Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bisa berkolaborasi terkait bagaimana mengeksekusi transfer ke daerah dan belanja daerah dengan lebih cepat.