JAKARTA. Pemerintah federal Amerika Serikat (AS) akhirnya mengambil keputusan untuk menutup (shutdown) roda pemerintahannya yang pertama kali dalam 17 tahun terakhir. Akibat kebuntuan politik ini, kantor administrasi Gedung Putih resmi memerintahkan instansi pemerintah untuk melaksanakan rencana shutdown karena tidak adanya alokasi anggaran negara. Kepala Ekonom PT Bank Danamon Anton Gunawan mengatakan, kondisi tersebut tidak akan berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Bahkan, dengan adanya gejolak itu, kemungkinan pemerintah negeri Abang Sam akan berpikir ulang untuk melakukan tapering atas stimulus. "Dampaknya tidak terlalu buruk, karena sepertinya mereka akan menunda tapering dan itu membuat negara berkembang sedikit bernapas lebih lega," kata Anton di Jakarta, Selasa (1/10). Namun begitu, yang harus diwaspadai adalah dampak shutdown AS akan masuk melalui pasar modal. "Stock market di sana (AS) mungkin agak lebih terguncang sedikit. Transmisinya melalui stock market. Makanya, bahaya tekanan terhadap stock marketnya. Itu yang perlu dijaga saya pikir," ujarnya. "Saham memang begitu cukup fluktuatif, pasti. Sampai titik tertentu, sudah cukup rendah dan ekspektasi dengan data-data yang relatif bagus keluar, confidence akan balik, walaupun tidak seperti sebelumnya," tambah Anton. Namun begitu, shutdown ini menolong dari sisi capital inflow secara keseluruhan. Sebab, kebijakan tapering off dari The Fed agak lebih mundur. Untuk pelaksanaannya sendiri, menurut Anton, kemungkinan akan menunggu kabar buruk berlalu. "Kalau tapering off ditunda, maka aksi capital outflow dari dalam negeri akan berkurang, " ucapnya. Ia memproyeksikan, kondisi ini akan mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia hingga tahun depan. Pertumbuhan di tahun 2014 diperkirakan hanya mencapai 5,8%-5,9%. Kendati begitu, keduanya berharap adanya titik temu dalam pembahasan anggaran ini. Sehingga tidak berdampak negatif terhadap upaya perbaikan ekonomi AS yang pernah mengalami krisis keuangan. Rencananya, keputusan akan diambil pada 17 Oktober mendatang.
Ekonom: Efek Shutdown akan masuk lewat pasar modal
JAKARTA. Pemerintah federal Amerika Serikat (AS) akhirnya mengambil keputusan untuk menutup (shutdown) roda pemerintahannya yang pertama kali dalam 17 tahun terakhir. Akibat kebuntuan politik ini, kantor administrasi Gedung Putih resmi memerintahkan instansi pemerintah untuk melaksanakan rencana shutdown karena tidak adanya alokasi anggaran negara. Kepala Ekonom PT Bank Danamon Anton Gunawan mengatakan, kondisi tersebut tidak akan berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Bahkan, dengan adanya gejolak itu, kemungkinan pemerintah negeri Abang Sam akan berpikir ulang untuk melakukan tapering atas stimulus. "Dampaknya tidak terlalu buruk, karena sepertinya mereka akan menunda tapering dan itu membuat negara berkembang sedikit bernapas lebih lega," kata Anton di Jakarta, Selasa (1/10). Namun begitu, yang harus diwaspadai adalah dampak shutdown AS akan masuk melalui pasar modal. "Stock market di sana (AS) mungkin agak lebih terguncang sedikit. Transmisinya melalui stock market. Makanya, bahaya tekanan terhadap stock marketnya. Itu yang perlu dijaga saya pikir," ujarnya. "Saham memang begitu cukup fluktuatif, pasti. Sampai titik tertentu, sudah cukup rendah dan ekspektasi dengan data-data yang relatif bagus keluar, confidence akan balik, walaupun tidak seperti sebelumnya," tambah Anton. Namun begitu, shutdown ini menolong dari sisi capital inflow secara keseluruhan. Sebab, kebijakan tapering off dari The Fed agak lebih mundur. Untuk pelaksanaannya sendiri, menurut Anton, kemungkinan akan menunggu kabar buruk berlalu. "Kalau tapering off ditunda, maka aksi capital outflow dari dalam negeri akan berkurang, " ucapnya. Ia memproyeksikan, kondisi ini akan mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia hingga tahun depan. Pertumbuhan di tahun 2014 diperkirakan hanya mencapai 5,8%-5,9%. Kendati begitu, keduanya berharap adanya titik temu dalam pembahasan anggaran ini. Sehingga tidak berdampak negatif terhadap upaya perbaikan ekonomi AS yang pernah mengalami krisis keuangan. Rencananya, keputusan akan diambil pada 17 Oktober mendatang.