KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi sebesar 0,18% secara bulanan atau
month to month (MtM) pada Juli 2024. Deflasi ini terjadi dalam tiga bulan berturut-turut sejak Mei 2024. Tingkat inflasi tahunan atau
year on year (YoY) pada Juli 2024 mencapai 2,13%, atau juga melandai dari inflasi tahunan di Juni 2024 sebesar 2,51%. Ekonom Bank Danamon Hosianna Evalia menilai, deflasi Juli mayoritas disebabkan oleh turunnya kelompok bahan pangan. Selain itu, kinerja PMI manufaktur juga mengalami kontraksi, yang terjadi pertama kali sejak Agustus 2021.
Baca Juga: Deflasi 0,18% pada Juli 2024, Paling Dalam Sejak November 2022 "Semua komponennya turun dan juga terjadi penurunan jumlah pekerja yang merupakan terendah sejak September 2021," kata Hosianna kepada Kontan, Kamis (1/8). Selain itu, deflasi yang terjadi ini juga dampak dari rambatan suku bunga tinggi di global. "Pola global dan domestik sudah sama, yaitu deflasi dan pelemahan kondisi tenaga kerja," ujarnya. Hosianna memprediksi inflasi pada Agustus masih terjadi deflasi namun cenderung membaik. "Ada kemungkinan (Agustus) masih deflasi, tapi cenderung membaik, karena deflasi di Juli ini cukup dalam," terangnya. Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan indeks harga konsumen (IHK) utama Indonesia pada Juli 2024 mencatat deflasi bulanan sebesar -0,18%, melanjutkan tren deflasi yang terjadi pada dua bulan sebelumnya sebesar -0,08% dan -0,03%. Penurunan ini terutama didorong oleh penurunan harga sejumlah bahan pangan, khususnya cabai merah dan bawang merah, yang masing-masing turun sebesar 14,10%
month on month (mom) dan 19,77% mom, akibat melimpahnya pasokan dari musim panen raya. "Bahan pangan lain yang mengalami deflasi antara lain daging ayam ras, daging sapi, telur ayam ras, dan bawang putih. Sebaliknya, bahan pangan yang mengalami inflasi adalah beras, cabai rawit, dan minyak goreng," kata Josua, Kamis (1/8).
Baca Juga: Tahun Ajaran baru, Kelompok Pendidikan Mengalami Inflasi 0,69% pada Juli 2024 Ke depannya, perhatian harus diberikan pada harga beras, komoditas pokok, dengan ekspektasi kenaikan harga setelah berakhirnya musim panen.
Selain itu, indikator ekonomi domestik menunjukkan tren pelemahan, dengan PMI Manufaktur Indonesia memasuki wilayah kontraksi untuk pertama kalinya pada Juli 2024 (49,3) sejak Agustus 2021. Secara global, kondisi ekonomi berubah menjadi
dovish, dengan Federal Reserve mengisyaratkan potensi penurunan suku bunga mulai September 2024 dan seterusnya. "Akibatnya, ada spekulasi bahwa Bank Indonesia mungkin akan menurunkan suku bunga sebesar 25 bps pada akhir tahun," ujarnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi