Ekonom: HET pangan perlu ditinjau lagi



KONTAN.CO.ID - Penerapan harga eceran tertinggi (HET) pangan untuk beberapa komoditas bahan pokok penting yang berlaku sejak Juni tahun ini dinilai perlu dicermati lagi. Menurut Ekonom Universitas Pertamina Eka Puspitawati, peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan (Kemdag) ini tidak akan efektif jika tidak diawasi pemerintah dengan baik.

"Distributor yang suka nimbun ini harus diawasi. Jika tidak, maka penerapan HET tidak akan efektif karena kelangkaan bisa saja terjadi lagi," ujar Eka, Sabtu (26/8).

Eka memuji kinerja pemerintah untuk menekan inflasi, terutama inflasi pangan yang rendah. Ia mengatakan, hal ini tentu tak lepas dari kinerja pemerintah memastikan stok pangan sehingga stabilitas harga terjaga. Walaupun kinerja daerah adalah wewenang pemda, pemerintah pusat pun tak segan turun tangan mengurus daerah untuk menjaga stabilitas harga.


"Biasanya inflasi itu kan dipicu dari produk pangan, tapi karena adanya HET dan stok terjaga, maka bisa saja daya beli naik karena semua bisa menjangkau," tutur Eka.

Sedangkan, ekonom Institute for Development of Economics & Finance (INDEF) Reza H. Akbar mengatakan, penerapan HET pangan harus dicermati kembali terkait harga produksi para petani. Jika, harga produksi lebih tinggi dari HET pangan, maka petani justru akan merugi. Ditambah lagi jika produk pangan impor masuk ke pasaran, maka pedagang juga akan terkena imbasnya.

"Yang terkena bukan pedagang besar yang punya simpanan di gudang-gudang, tapi pedagang-pedagang kecil pasti terkena imbasnya jika sampai harganya melebih HET. Semua bisa rugi," kata Reza.

Namun, hal ini lain halnya jika pemerintah hanya ingin mengejar daya beli masyarakat naik dengan HET pangan yang murah. Reza berpendapat, pemerintah cukup melakukan impor pangan seluruhnya sehingga harga kebutuhan pangan menjadi murah dan HET pun tercapai.

"Cuma ya gitu, pertaruhannya adalah kita ingin melindungi industri kita ataukah menjaga daya beli apapun caranya. Di sini dilematisnya," tutur Reza.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini