Ekonom Indef: Pemerintah tak punya posisi jelas untuk tentukan masa depan sektor IHT



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan menetapkan penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau sebagai salah satu bagian strategi reformasi fiskal untuk pemungutan tahun 2021 lewat PM Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2020-2024 pada 29 Juni 2020. 

Belum lama ini, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Republik Indonesia mengumumkan akan menerapkan kembali penyederhanaan layer. Kebijakan penyederhanaan tarif cukai ditujukan untuk mengurangi lapisan tarif cukai dari 10 layer ke 5 layer di tahun 2021. 

Baca Juga: DDTC prediksi penerimaan cukai hasil tembakau hanya sekitar Rp 1,37 triliun di 2020


Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati mengatakan kalau saat ini pemerintah tidak memiliki posisi jelas untuk menentukan masa depan sektor IHT. 

“Pada satu titik, perlu ada kejelasan aturan, industri ini mau diapakan. Apakah akan dilarang total, atau bagaimana. Tidak bisa latah mengikuti kebijakan negara lain karena sektor ini unik. Selama pandemi, sumbangan IHT adalah satu-satunya yang masih stabil, sehingga harus ada roadmap aturan yang jelas dan mampu mengakomodasi semua sektor dari hulu-hilirnya seperti komoditas tanamannya, petaninya mau dikemanakan, pabrikan, buruh, sampai perdagangannya harus dipikirkan akan seperti apa ke depan,” katanya.

Enny mengatakan, sebelum adanya pandemi Covid-19, cukai rokok berada di posisi ketiga tertinggi setelah PPH dan PPN. “Kalau sudah ada kejelasan, saya yakin regulasi IHT tidak akan terus menerus gaduh dan tarik ulur. Kuncinya punya roadmap, tidak bisa asal ikutin negara lain karena sudah pasti akan salah langkah” tutur Enny.

Terkait juga penyederhanaan layer dan penggabungan volume produksi SKM dan SPM, Enny menekankan produk tembakau di Indonesia ini unik karena adanya komoditas kretek yang menjadi ciri khas produk Indonesia. 

Baca Juga: Simplikasi tarif cukai rokok dapat mendorong terciptanya persaingan setara

“Nah, yang menarik adalah rencana penggabungan SKM dan SPM ini. Karena masing-masing generiknya saja sudah berbeda, yang satu kretek, yang lainnya rokok putih, kalau klasifikasinya sudah beda, bagaimana mau disamakan,” katanya.

Menurut Enny, kebijakan penyederhanaan tarif CHT ini menjadi aturan yang seakan terburu-buru bahkan semakin menimbulkan ketidakpastian dan mengancam IHT. 

“Jika semakin eksesif dan dipaksakan, kelompok usaha yang di struktur dua akan kolaps karena kalah bersaing, dan yang harus diwaspadai kalau produk dari golongannya hilang di pasaran, justru rokok ilegal bisa makin naik. Sudah enggak optimal pendapatannya, enggak mencapai target juga di sisi kesehatan,” tutup Enny.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi