Ekonom Indef Pertanyakan Urgensi Rencana Pembentukan Badan Khusus Sawit



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menanggapi rencana pembentukan Badan Khusus Sawit oleh Presiden Terpilih Pemilu 2024, Prabowo Subianto. 

Menurutnya wacana ini perlu ditinjau kembali. Apalagi, komoditas sawit sudah memiliki badan khusus seperti Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dan asosiasi yang dianggap kokoh melalui Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI). 

Baca Juga: Ulah Pencurian TBS Kelapa Sawit, Investasi Sawit di Kalimantan Tengah Bisa Terganggu


"Jika ada fungsi yang belum bisa dilaksanakan oleh kedua lembaga itu maka bisa ditambahkan di tupoksinya," terang Esther pada Kontan.co.id, Kamis (2/4). 

Alih-alih membuat badan baru, Esther menyarankan pemerintahan kabinet Prabowo-Gibran nanti untuk memperkuat peran BPDPKS atau GAPKI. 

Sehingga beberapa masalah sawit yang saat ini menjadi kendala misalnya terkait tumpang tindih kebijakan bisa di bereskan melalui salah satu lembaga itu. 

Sementara itu, Wakil Ketua Umum III Gapki, Satria B Wibawa menudukung wacana pembentukan badan khusus sawit yang telah dijanjikan Pemerintah Prabowo-Gibran. 

Baca Juga: BPS Catat Nilai Tukar Petani pada April 2024 Turun 2,28% Jadi 116,99

Ia menilai Badan Sawit Indonesia ini bisa menjadi solusi perbaikan tata kelola industru sawit dari hulu hingga hilir. Bahkan menurutnya melalui badan ini masalah stagnasi produksi juga bisa diselesaikan. 

"Kebutuhan Badan Sawit Indonesia yang akan dibentuk presiden terpilih itu juga menjawab apa programnya presiden terpilih, antara lain hilirisasi," jelas Satria. 

Gapki mengingatkan target pemerintah bisa meningkatkan produksi minyak sawit mentah (CPO) pada tahun 2045 menuju Indonesia Emas bisa mencapai 100 juta ton. 

Baca Juga: Harga CPO Masih Turun, Simak Sentimen dan Prospeknya ke Depan

Target ini bisa dicapai jika hambatan produktivitas dapat atasi dengan baik. Mengingat saat ini industri sawit mengalami stagnasi produksi CPO yang hanya mencapai 50 juta ton per tahun. 

"Kurang dari 20 tahun, apa bisa kita mengejar target 100 juta tim dengan banyak fakta yang ada di lapangan," ungkapnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto