KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi inti di September mencapai 0,28%, di mana inflasi secara
year on year (yoy) mencapai 2,82%. Inflasi inti menyumbang 0,16% terhadap inflasi keseluruhan. Inflasi inti adalah salah satu komponen pembentuk inflasi yang cenderung persisten. Inflasi inti dipengaruhi oleh faktor yang sifatnya fundamental, seperti pasokan, permintaan, ekspektasi kenaikan harga, dan sebagainya. Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah melihat kondisi ini diakibatkan rupiah yang lemah namun kecil. Ini tak berarti adanya pelemahan daya beli.
"Inflasi kan dilihat dari dua sisi.
Supply atau
cost push dan
demand atau
demand full. Inflasi yang rendah saat ini dikarenakan keduanya. Tidak ada kenaikan harga karena hambatan
supply dan juga tidak ada lonjakan demand," jelas Piter, Senin (1/10). Piter tak mengira September 2018 ini Indonesia masih mengalami deflasi. Dia memperkirakan akan tetap inflasi meskipun dengan angka rendah. Piter melihat harga-harga cenderung stabil. Utamanya disebabkan pemerintah tidak menaikkan harga barang bersubsidi. Pun dari
volatile foods, Piter melihat penurunan. "Disebabkan panen raya yang dibarengi oleh impor yang cukup besar, " jelas Piter kepada Kontan.co.id.
Dia memprediksi bulan Oktober ini akan terjadi inflasi rendah, dan naik ketimbang September 2018. "Terutama karena basis data yang sudah rendah pada September. Naturally harga akan kembali naik. Walaupun masih akan rendah karena tidak ada dorongan dari
administered price dan juga
volatile foods," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News