Ekonom Ini Sebut Konflik Rusia-Ukraina Bisa Beri Angin Segar bagi Nilai Tukar Rupiah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konflik antara Rusia dan Ukraina masih memanas. Meski begitu, Bank Central Asia (BCA) malah melihat ini membawa angin segar bagi pergerakan nilai tukar rupiah. 

Namun, kepala ekonom BCA David Sumual menekankan, ini dengan catatan konflik tidak berlarut-larut dan segera menemukan solusi yang terbaik bagi kedua belah pihak (win-win solution). “Kalau tidak berkepanjangan, justru malah positif ke nilai tukar rupiah dari jalur perdagangan,” terang David kepada Kontan.co.id, Senin (7/3). 

David menjabarkan, adanya perang ini kemudian membuat harga-harga komoditas baik minyak dan gas (migas) maupun non migas menjadi melambung. Salah satunya adalah batubara. Di tengah konflik ini, harga emas hitam melonjak hingga lebih dari US$ 400/troy ons. 


Nah, karena Indonesia merupakan eksportir batubara, maka ini akan membawa dampak baik bagi prospek ekspor Indonesia dan bermuara pada stabilnya nilai tukar rupiah. 

Baca Juga: Tergelincir, Rupiah Jisdor Melemah ke Rp 14.411 Per Dolar AS Pada Senin (7/3)

Namun, David tetap meminta agar Indonesia waspada karena konflik ini bisa membawa pengaruh terhadap hengkangnya aliran modal. Pasalnya, para investor akan berusaha mencari aset yang aman (safe haven). 

David melihat, saat ini para investor mulai memburu surat berharga negara Amerika Serikat (AS) atau US Treasury karena dianggap lebih aman sehingga berpotensi membuat aliran modal asing keluar dari pasar keuangan Indonesia. 

Kabar baiknya, dalam waktu dekat David masih melihat dampaknya akan terbatas. Apalagi, porsi kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) saat ini sudah tidak sebesar pada waktu itu. 

David pun memperkirakan, nilai tukar rupiah akan bergerak di kisaran Rp 14.300 hingga Rp 14.600 atau masih sesuai dengan fundamentalnya. 

Baca Juga: Loyo, Rupiah Spot Ditutup Melemah ke Rp 14.415 Per Dolar AS Pada Hari Ini (7/3)

Ia masih optimistis akan stabilnya pergerakan nilai tukar rupiah ini karena Bank Indonesia (BI) masih memiliki instrumen kuat dalam menjaga pergerakannya. 

“Seperti kesiapan untuk triple interventions, kemudian cadangan devisa juga masih baik, serta likuiditas valuta asing (valas) masih terbantu dari pergerakan ekspor,” tandas David. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi