Ekonom: Jangan menghemat anggaran belanja negara



JAKARTA. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2015 pagu belanja modal turun Rp 5 triliun menjadi Rp 156 triliun. Sebelumnya dalam Anggaran Pendapatan dan  Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 pagu belanja modal sebesar Rp 161 triliun.

Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual melihat pemerintahan baru harus melakukan revisi anggaran 2015. Pemerintahan baru berencana untuk melakukan sejumlah pemangkasan anggaran. Pemangkasan itu dapat direalokasi ke anggaran belanja modal.

Pandangan David, jangan lakukan penghematan anggaran. Namun lakukanlah realokasi anggaran ke belanja modal yang adalah belanja infrastruktur dan mempunyai efek berganda pada ekonomi.


Kalau dilakukan penghematan, dengan konsumsi domestik yang sudah melambat justru akan memperlambat laju ekonomi. Belanja modal yang dilakukan pun harus benar-benar belanja yang produktif. "Bangun gedung baru jangan masuk belanja modal. Bangun jembatan, pelabuhan ataupun jalan," ujar David ketika dihubungi KONTAN, Jumat (19/8).

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih menilai, untuk mendorong target pertumbuhan 5,8%, anggaran belanja modal Rp 156 triliun tidak memadai. Anggaran belanja modal perlu diperbesar untuk bisa mengarahkan pertumbuhan sesuai target.

Dengan turunnya belanja modal, diakui Lana, pemerintah mempunyai pandangan bahwa yang menjadi andalan untuk mendorong pertumbuhan adalah konsumsi. Hal ini terlihat dari naiknya gaji pegawai negeri sipil sebesar 6%.

Alhasil, sesuai nota keuangan RAPBN  2015, pemerintah mengalokasikan belanja pemerintah pusat tahun depan sebesar Rp 1.379,88 triliun atau naik 7,77% dari tahun 2014.  Menurut Lana, kalau pemerintah mau dorong ekonomi jangka panjang maka harus meningkatkan anggaran belanja modal. "Andalkan konsumsi hanya untuk ekonomi jangka pendek," tandas Lana.

Adapun anggaran belanja modal ini masih menjadi pembahasan dalam rapat panja banggar DPR untuk menentukan pagu belanja K/L secara keseluruhan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie