Ekonom: Kenaikan BI rate tak mampu kuatkan rupiah



JAKARTA. Sepanjang 2013, Bank Indonesia telah menaikkan tingkat suku bunga acuan atau BI rate hingga mencapai level 7,5%. Ekonom berharap, bank sentral tidak kembali menaikkan BI rate setidaknya sampai dengan Semester I-2014.

Alasannya, diperlukan pendekatan yang baru dari pemerintah dalam rangka menekan defisit neraca transaksi berjalan atau current account deficit.

Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti mengungkapkan, bank sentral tidak perlu cepat-cepat untuk melakukan penyesuaian dengan menaikkan besaran BI rate lagi.


Menurut Destry, dengan capaian angka inflasi yang justru berada di bawah ekspektasi, dapat memberikan dorongan pertumbuhan ekonomi ke arah yang lebih positif lagi. 

Destry bilang, yang perlu diperhatikan saat ini adalah implementasi nyata dari kebijakan pemerintah di sektor riil. Meski importasi yang berkaitan dengan investasi pada kuartal IV-2014 berkurang, namun importasi sektor minyak dan gas justru masih tinggi. 

Hal ini tentu harus segera ditanggulangi oleh pemerintah. "Sekarang yang dibutuhkan adalah apakah implementasi kebijakan di sektor riil akan sesuai dengan harapan. Apalagi permasalahan utama adalah importasi minyak, yang trennya masih besar. Pemerintah harus berani mengambil langkah lebih tegas lagi untuk bisa menekan konsumsi terutama di minyak," kata Destry di Gedung OJK, Jakarta, Kamis (2/1). 

Senada, ekonom dari peneliti Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Aviliani mengungkapkan, besaran BI rate pada level 7,5% merupakan titik cukup baik. Posisi ini baiknya dipertahankan bank sentral sampai dengan pertengahan 2014 mendatang. 

Aviliani bilang, jika BI menaikkan BI rate ke level 8% dalam waktu dekat, akan menimbulkan masalah antara perbankan dengan pihak debitur.

"Karena jika ada kenaikan misalnya menjadi 8%, bank-bank mau tidak mau tentu harus menaikkan bunga. BI juga harus melihat hal ini. Jangan sampai hanya melihat dari satu sisi saja tapi merugikan yang lain," ujar Aviliani. 

Terlebih, lanjut Aviliani, langkah menaikkan BI rate ini terbukti tidak sanggup merangsang penguatan nilai tukar rupiah. "Jadi menurut saya lebih bagus untuk mempertahankan BI rate pada level 7,5% paling tidak sampai dengan pertengahan tahun 2014," katanya. 

Sebagaimana diketahui, BI rate terus mengalami kenaikan beberapa waktu lalu. Kenaikan itu ditenggarai karena curent account defisit terus terjadi yang disebabkan oleh tingginya disparitas antara ekspor dengan impor. BI akhirnya menaikkan BI rate dengan harapan dapat menekan curent account defisit.

Catatan saja, posisi BI rate pada 2013 mengalami kenaikan sebesar 175 basis poin (bps). BI rate sempat bertahan pada level 5,75% pada Januari 2013 sampai dengan Mei 2013. Pada Juni 2013, BI rate mengalami kenaikan sebesar 25 bps menjadi 6%.

Kenaikan BI rate pada Juli 2013 lebih besar, mencapai 50 bps, sehingga mencapai 6,5%. Bank sentral sempat menahan laju kenaikan BI rate pada Agustus. Namun pada akhir Agustus tepatnya 29 Agustus 2013, BI rate kembali naik sebesar 50 bps ke level 7%. 

Bank sentral kembali menaikkan BI rate sebesar 25 bps pada September 2013 ke level 7,25%. Level ini bertahan hingga Oktober 2013.

Pada November 2013, BI kembali menaikkan tingkat suku bunga acuannya sebesar 25 bps ke level 7,5%. Posisi ini bertahan sampai dengan Desember 2013. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan