Ekonom: Kenaikan Utang 208% di Pemerintahan Jokowi Timpang Dengan Pertumbuhan Ekonomi



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kondisi utang selama masa Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak 2014 hingga November 2023 melonjak cukup tajam, atau meningkat 208,22%.

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai laju penambahan utang ini tidak sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sebab dengan utang yang meningkat tajam dalam kurun waktu dibawah 10 tahun tersebut, pertumbuhan ekonomi era pemerintahan Jokowi hanya berkisar di 5% saja.

“Utang makin tidak berkorelasi terhadap kenaikan pertumbuhan PDB. Laju penambahan utangnya kan tinggi sekali, sementara pertumbuhan ekonomi hanya 5% jadi ini merupakan indikator overhang utang,” tutur Bhima kepada Kontan.co.id, Rabu (20/12).


Adapun Bhima menilai, kondisi peningkatan utang tidak selaras dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Sebabnya antara lain adanya perebutan likuiditas di perbankan dan sektor riil dengan penerbitan surat utang pemerintah yang masif.

Baca Juga: Program BLT Masih Diadopsi Hingga 2024, Dinilai Efektif Turunkan Kemiskinan

“Akibatnya, bank dan deposan kakap parkir di SBN (surat berharga negara), mengganggu intermediasi penyaluran kredit ke dunia usaha. Crowding out bisa sebabkan pertumbuhan ekonomi sulit mencapai 7%,” ungkapnya.

Faktor lain menurut Bhima adalah pemerintah masih nyaman dengan porsi 90% utang yang berasal dari surat utang atau penerbitan SBN dengan bunga relatif tinggi di pasar. Padahal, beban bunga utang yang meningkat akan menyebabkan penyempitan ruang fiskal.

D isisi lain, utang yang ditarik pemerintah nyatanya tidak semuanya digunakan untuk pembangunan atau suatu hal yang sifatnya produktif. Hal ini karena, pembayaran bunga dan pokok utang jatuh tempo justru dibayar juga melalui penerbitan utang baru.

“Ini adalah bukti bahwa utang digunakan juga untuk hal yang sifatnya non-produktif,” ungkapnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati