Ekonom Kompak Prediksikan BI akan Menahan Suku Bunga Acuan 5,75%



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah ekonom kompak memproyeksikan Bank Indonesia (BI) akan tetap menahan suku bunga acuan Bank Indonesia 7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) tetap di level 5,75% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) pekan ini.

Chief Economist PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Banjaran Surya Indrastomo mengatakan, inflasi yang semakin melandai menjadi pertimbangan BI dalam penetapan suku bunga acuan tersebut.

"Kami memperkirakan bahwa BI masih akan mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75%," ujar Banjaran kepada Kontan.co.id, Senin (19/6).


Baca Juga: Inflasi Melandai, BI Diprediksi Pertahankan Suku Bunga Hingga Akhir Tahun

Tercatat, Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Mei 2023 dilaporkan sebesar 115,36 atau mengalami inflasi sebesar 0,009% secara bulanan dan 4% secara tahunan (YoY).

Sementara, Banjaran bilang, inflasi inti yang merupakan komponen utama pertimbangan kebijakan moneter BI juga dilaporkan sebesar 0,06% secara bulanan dan 2,66% YoY. Bahkan, tingkat inflasi domestik ini diperkirakan akan terus melandai sepanjang tahun 2023 meskipun dengan fluktasi jangka pendek.

Selain itu, aliran modal asing ke pasar domestik serta nilai tukar Rupiah yang relatif stabil juga dapay menjadi pertimbangan dalam penetapan suku bunga acuan. Sejak bulan April 2023, investor asing membukukan net transaction positif baik di pasar obligasi maupun pasar saham domestik.

Sementara itu, nilai tukar Rupiah mencatat penguatan sebesar 4,11% terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sejak awal tahun 2023.

"Kedepannya kami melihat BI akan berupaya untuk mengoptimalkan momentum ekonomi domestik, di tengah risiko perlambatan ekonomi yang terjadi di Eropa, Amerika Serikat (AS) dan China, serta arah kebijakan The Fed yang masih menunjukkan sinyal hawkish hingga akhir tahun ini," katanya.

Senada, Ekonom BNI Sekuritas Damhuri Nasution juga memperkirakan BI akan tetap mempertahankan suku bunga acuannya di 5,75%.

Adapun pertimbangan ini antara lain, masih adanya peluang kenaikan suku The Fed sebanyak dua kali pada semester II-2023 ini. Ini sehubungan dengan inflasi AS yang tampaknya sulit turun ke level yang ditargetkan The Fed sebesar 2%.

Baca Juga: Arah Suku Bunga Penggerak Laju Bursa

Menurutnya, tingkat inflasi AS yang sulit turut tersebut disebabkan oleh pasar tenaga kerja yang masih ketat seperti tercermin pada unemployment rate yang sangat rendah, claim unemployment yang tetap rendah, rekrutmen yang masih pesat serta kinerja perekonomian yang masih kuat dan mencatat pertumbuhan yang positif.

"Masih adanya peluang kenaikan suku bunga The Fed di AS membuat kurs Rupiah kembali mengalami tekanan sehingga nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS cenderung undervalued," terang Damhuri.

Kemudian, kinerja perekonomian di dalam negeri yang masih relatif stabil menjadi pertimbangan untuk belum perlu menurunkan suku bunga acuan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi