KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom memproyeksikan suku bunga Bank Indonesia (BI) atau
7-day reverse repo rate masih akan bertengger di angka 4,25%. Pengamat Ekonomi Bank BCA David Sumual mengatakan, dari tahun 2015 hingga 2017 bank sentral Amerika Serikat The Fed sudah menaikkan suku bunga sebanyak lima kali. Sementara mulai tahun lalu, suku bunga acuan BI sudah diturunkan dua kali. Meski suku bunga The FedĀ akan dinaikkan pada rapat
The Federal Open Market Committee (FOMC) pekan ini, BI diprediksi akan tetap mempertahankan suku bunganya. "Itu sangat tergantung pada bagaimana perkembangan ekonomi terutama inflasi di dalam negeri kita," ujarnya saat di hubungi Kontan.co.id. Rabu (21/3).
David melanjutkan, yang menjadi kehawatiran yakni dampak dari kenaikan suku bunga The Fed pada kondisi finansial dunia yang akan bergejolak. Hal tersebut bisa berdampak pada nilai tukar rupiah. Selain The Fed, faktor lain yang mesti menjadi perhatian adalah perubahan ekspektasi inflasi yang disebabkan oleh gejolak tersebut. "Ini yang harus di perhatikan juga. Bagaimana supaya stabilitas tetap terjaga, di kala terjadi perubahan ekspetasi terhadap inflasi ini," imbuhnya. Untuk itu, BI diharapkan dapat mengambil langkah antisipatif untuk menahan gejolak yang akan terjadi dan mengantisipasi keluarnya dana asing atau
capital outflow. Menurutnya, jika kondisi dalam negeri lebih kuat akan berdampak pada kenaikan peringkat kredit. Selain itu, David memprediksi BI akan mengambil langkah kebijakan moneter yang lebih ketat. Hal ini akan dipengaruhi oleh pengumuman hasil rapat FOMC pada esok hari. "Jika besok diumumkan ada perubahan kenaikan suku bungan The Fed dari tiga kali berubah empat atau lima kali, dampaknya ke market sepeti apa? Mungkin saja ini akan tejadi perbuahan
policy di kita, tergantung reaksi pasar seperti apa," jelasnya. Hingga saat ini, BI masih menerapkan kebijakan moneter yang normal di mana pada tahun sebelumnya BI telah melonggarkan kebijakannya. Di sisi lain, ke depan diharapkan BI harus mengkombinasi beberapa kebijakan seperti perdagangan, investasi dan fiskal. dengan kombinasi ini "Mungkin ke depan akan berubah menjadi ketat jika kondisi globalnya berubah terutama ekspektasi kenaikan lebih cepat dan lebih banyak," tambah david. Dihubungi secara terpisah, Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira mengatakan, suku bunga acuan BI diprediksi akan tetap di angka 4,25%. Alasannya, ruang untuk pelonggaran moneter bisa dikatakan sudah tidak ada lagi akibat tren pengetatan moneter global. Hal tersebut mempertimbangkan kemungkinan 90%
Fed rate akan naik 25 bps pada rapat FOMC tanggal 20-21 Maret ini. Dari dalam negeri sendiri, inflasi bulan Februari lalu mulai mereda, namun harga beberapa bahan pangan masih akan tinggi hingga Lebaran.
"Jadi ada kemungkinan inflasi yg didorong
volatile food akan membuat total inflasi 2018 berada di atas 3,5%," ujar Bhima. Sementara, pelemahan rupiah akan terjadi yang diakibatkan oleh keluarnya modal asing dan defisit neraca perdagangan juga menjadi pertimbangan BI untuk menahan suku bunganya. Untuk itu, BI masih akan gunakan cadangan devisa untuk lakukan stabilisasi rupiah. "Namun tidak menutup kemungkinan pada semester II ketika The Fed naikkan bunga yang kedua kalinya dan memberi tekanan besar pada rupiah, BI akan naikkan BI 7-
day reverse repo rate menjadi 4,5-4,75%. Artinya langkah BI untuk pertahankan bunga acuan hanya temporer," tutup Bhima. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sofyan Hidayat