KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Ekonom Bank Danamon Indonesia, Hosianna Evalita Situmorang, mengatakan, keputusan Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate di level 4,75% pada Desember 2025 dinilai sesuai dengan ekspektasi pasar. Selain menahan BI Rate, BI juga mempertahankan suku bunga
Deposit Facility di level 3,75% dan
Lending Facility sebesar 5,50%. Kebijakan tersebut dipandang sebagai langkah strategis untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian global.
"Kebijakan ini sesuai dengan ekspektasi pasar dan ditujukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah," ungkap Hosianna dikutip Rabu (17/12/2025). Untuk menopang stabilitas rupiah, BI melakukan intervensi valuta asing secara terukur melalui pasar
Spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan
Non-Deliverable Forward (NDF), serta memperkuat kerja sama internasional melalui pendalaman
Local Currency Transactions (LCT).
Baca Juga: BI Masih Buka Ruang Penurunan Suku Bunga di 2026, Ini Kisi-Kisinya Di dalam negeri, BI tetap melanjutkan kebijakan akomodatif guna menjaga likuiditas. Hingga pertengahan Desember 2025, BI telah membukukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder sebesar Rp 327,45 triliun secara
year to date (YTD), termasuk Rp 241,99 triliun melalui mekanisme
debt switching. Selain itu, BI juga menurunkan outstanding Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dari Rp 916,97 triliun menjadi Rp 735,67 triliun per 16 Desember 2025. Untuk mendorong penyaluran kredit, BI mengumumkan kebijakan remunerasi penempatan bank pada excess reserve sebesar 3,50%, sementara tingkat remunerasi Minimum Excess Reserve tetap 1,50%. Penguatan kanal suku bunga sebesar 1,0% dalam skema Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) juga meningkatkan total nilai insentif menjadi Rp 388,1 triliun. Namun demikian, Hosianna menilai transmisi kebijakan moneter ke sektor riil masih belum sepenuhnya optimal. Hal ini tercermin dari intermediasi perbankan yang masih cenderung kaku, meskipun suku bunga pasar telah menyesuaikan seiring kenaikan suku bunga SRBI menjadi 4,90% untuk tenor 6 bulan, 4,94% untuk 9 bulan, dan 4,98% untuk 12 bulan. "Dengan kondisi tersebut, imbal hasil SBN tenor dua tahun tetap tinggi di 5,08% (turun 197,4 bps YTD dan 7,2 bps MTD), sementara SBN tenor 10 tahun relatif stagnan di 6,16% (turun 90,8 bps YTD, naik 2,1 bps MTD)," terangnya. Di sektor perbankan, INDONIA berada di level 4,12%, dengan suku bunga kredit yang masih rigid akibat tingginya biaya operasional dan margin risiko. Dari sisi permintaan, pertumbuhan kredit tercatat meningkat menjadi 7,74% secara tahunan (YoY). Meski demikian, kredit yang belum ditarik (
undisbursed loans) masih tinggi, mencapai Rp 2.509,4 triliun atau setara 23,18% dari total kredit per November 2025. "Kondisi ini mencerminkan sikap kehati-hatian bank dan penarikan kredit yang lebih lambat oleh debitur, meskipun pertumbuhan PDB domestik tetap solid, didorong oleh kenaikan ekspor neto akibat pola
frontloading," ungkap Hosianna. Ke depan, Hosianna memperkirakan BI kemungkinan akan tetap memprioritaskan stabilitas nilai tukar dalam jangka pendek, seiring pergerakan USD/IDR yang masih tinggi. Namun, ia menilai ruang pelonggaran kebijakan moneter masih terbuka pada 2026, sejalan dengan upaya mendorong pertumbuhan ekonomi melalui ekspansi likuiditas dimana target pertumbuhan M0 di atas 10%. "Dengan catatan selama stabilitas nilai tukar dan ekspektasi inflasi tetap terjaga," pungkasnya.
Baca Juga: Inflasi Volatile Food Masih Tinggi Imbas Terbatasnya Pasokan Bawang Merah Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News