Ekonom Menilai PPN DTP Kendaraan Listrik Perlu Direvisi Sebelum Diperpanjang



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah memberikan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk kendaraan listrik yang akan segera berakhir pada Desember 2024. Bright Institute menilai perlu adanya revisi sebelum pemerintah memutuskan untuk memperpanjang PPN DTP kendaraan listrik.

Ekonom dari Bright Institute Awalil Rizky menilai PPN DTP perlu untuk lanjutkan tetapi juga dengan beberapa revisi. Menurutnya perlu ada kajian dari pemerintah seberapa efektif PPN DTP ini. Ada pilihan agar tidak semua mobil listrik disubsidi atau tarif PPN DTP yang berbeda. 

"Untuk mobil yang lebih kelas atas bisa saja dihapus atau dikurangi PPN DTPnya," jelas Awalil kepada Kontan, Senin (28/10).


Awalil menjelaskan penjualan mobil pada tahun 2024 hingga bulan lalu memang menurun cukup signifikan dibanding tahun 2023. Wajar saja jika GAIKINDO menurunkan target penjualan hingga akhir tahun nanti. Namun, dalam hal mobil Listrik, sejauh ini tidak termasuk yang mengalami penurunan selama tahun 2024.

Baca Juga: PPN DTP Kendaraan Listrik, Ekonom Sebut Mobil Mewah Tidak Perlu

Artinya, revisi itu bukan karena penjualan mobil listrik, melainkan keseluruhan mobil. Tampak bahwa salah satu penyebab masih tumbuhnya penjualan mobil listrik adalah PPN DTP.  Tentu saja penyebab lain juga ada, antara lain memang mulai besarnya minat pada mobil listrik, layanan purna jual yang makin membaik, dan lain sebagainya.

"Jika dilihat dari jumlah penjualan, tampaknya ada pengaruh signifikan PPN DTP, tapi tetap perlu  ada riset kepada para pembeli, calon pembeli dan penjual, agar bisa diperhitungkan kontribusi berbagai faktor yang memperngaruhi penjualan," ujarnya.

Awalil menambahkan apakah PPN DTP yang secara praktis merupakan subsidi harga ini telah tepat sasaran. Jika pengertian sasaran adalah upaya mendorong pemakaian mobil listrik dan perlahan menggantikan yang berbahan bakar fosil, maka kelihatan cukup tepat. 

Jika dilihat harga rata-rata mobil listrik yang laris dijual maka penerima subsidi adalah kaum kelas menengah, sekurangnya menengah bawah. Dari sisi ini pun relatif menjangkau sasaran.

Namun yang perlu ditelisik lebih jauh adalah kepemilikan perusahaan produksi sekaligus penjualan di Indonesia, meski bermerk asing. Mengikuti syarat kandungan lokal dan keberadaan perusahaan, mestinya ada saham pemain lokal. 

"Informasi tentang hal ini mestinya cukup terbuka di ruang publik, antara lain karena rumor adanya para pihak yang berpengaruh pada aturan subsidi atau PPN DTP," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari