JAKARTA. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyayangkan rutinintas pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) yang kembali berulang diajukan pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), seperti hari ini.Ekonom Indef Enny Sri Hartati mengungkapkan, penyebab pembahasan APBN-P sudah bisa dipastikan lantaran asumsi makroekonomi dalam APBN yang telah disepakati Pemerintah dan DPR sebelumnya, meleset dari target.Padahal, menurut Enny, APBN mempunyai peran dan fungsi strategis yang tidak hanya sebagai dokumen perencanaan tapi juga merupakan cerminan dari politik anggaran dan arah kebijakan fiskal."Sebenarnya kami geram karena setiap tahun pemerintah selalu meleset menyusun asumsi makro. Hampir tiap tahun Indonesia melakukan APBN-P," ucap Enny dalam Indef di Jakarta, Selasa (20/5).Enny menilai, pemerintah seharusnya tidak perlu setiap tahun melakukan revisi anggaran. Pemerintah dan DPR sewajarnya menyusun anggaran sesuai dengan realitas yang ada di lapangan. Bahkan, seharusnya revisi APBN tidak dilakukan hanya berasumsi pada penyelematan defisit anggaran"Ini gara-gara kesepakatan pemerintah dan DPR. Akhirnya, tidak pernah tepat sasaran. Ini biang kerok yang membuat penyelesaian permasalahan semakin molor," tegasnya.Tak dapat dipungkiri bahwa ekonomi Indonesia tentu selalu mengalami dinamika, baik berasal dari pengaruh perubahan faktor internal maupun eksternal. Namun demikian, hampir semua perubahan-perubahan tersebut adalah terukur, walau memang tidak ada sesuatu yang pasti.Karenanya menjadi wajar esensi keberadaan APBN mestinya menjadi instrumen dalam mengantisipasi dan memitigasi berbagai potensi fluktuasi dan instabilitas perekonomian. APBN harus merefleksikan arah kebijakan fiskal dalam mengoptimalkan fungsi alokasi produksi, stabilisasi dan pemerataan pembangunan ekonomi."Harus dingat bahwa pembahasan APBN-P ke depan harus dikiritisi DPR dan pemerintah, untuk jangan terjebak hanya menyelamatkan defisit anggaran dan mengakali supaya harga BBM tidak perlu dinaikkan," jelasnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Ekonom menyayangkan pemerintah ajukan APBN-P
JAKARTA. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyayangkan rutinintas pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) yang kembali berulang diajukan pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), seperti hari ini.Ekonom Indef Enny Sri Hartati mengungkapkan, penyebab pembahasan APBN-P sudah bisa dipastikan lantaran asumsi makroekonomi dalam APBN yang telah disepakati Pemerintah dan DPR sebelumnya, meleset dari target.Padahal, menurut Enny, APBN mempunyai peran dan fungsi strategis yang tidak hanya sebagai dokumen perencanaan tapi juga merupakan cerminan dari politik anggaran dan arah kebijakan fiskal."Sebenarnya kami geram karena setiap tahun pemerintah selalu meleset menyusun asumsi makro. Hampir tiap tahun Indonesia melakukan APBN-P," ucap Enny dalam Indef di Jakarta, Selasa (20/5).Enny menilai, pemerintah seharusnya tidak perlu setiap tahun melakukan revisi anggaran. Pemerintah dan DPR sewajarnya menyusun anggaran sesuai dengan realitas yang ada di lapangan. Bahkan, seharusnya revisi APBN tidak dilakukan hanya berasumsi pada penyelematan defisit anggaran"Ini gara-gara kesepakatan pemerintah dan DPR. Akhirnya, tidak pernah tepat sasaran. Ini biang kerok yang membuat penyelesaian permasalahan semakin molor," tegasnya.Tak dapat dipungkiri bahwa ekonomi Indonesia tentu selalu mengalami dinamika, baik berasal dari pengaruh perubahan faktor internal maupun eksternal. Namun demikian, hampir semua perubahan-perubahan tersebut adalah terukur, walau memang tidak ada sesuatu yang pasti.Karenanya menjadi wajar esensi keberadaan APBN mestinya menjadi instrumen dalam mengantisipasi dan memitigasi berbagai potensi fluktuasi dan instabilitas perekonomian. APBN harus merefleksikan arah kebijakan fiskal dalam mengoptimalkan fungsi alokasi produksi, stabilisasi dan pemerataan pembangunan ekonomi."Harus dingat bahwa pembahasan APBN-P ke depan harus dikiritisi DPR dan pemerintah, untuk jangan terjebak hanya menyelamatkan defisit anggaran dan mengakali supaya harga BBM tidak perlu dinaikkan," jelasnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News