Ekonom: Minat SBN ritel tahun depan tak jauh beda



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemkeu) memperbesar penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) ritel tahun depan sebesar 6%-8% dari penerbitan SBN bruto tahun ini yang sebesar Rp 846,4 triliun.

Alhasil, jumlah penerbitan SBN ritel tahun depan mencapai Rp 50,8 triliun-Rp 67,7 triliun. Sementara realisasi penerbitan SBN ritel tahun ini hanya Rp 22,98 triliun dari target indikatif sebesar Rp 40 triliun, yang terdiri dari penerbitan sukuk ritel (sukri) Rp 14,04 triliun dan obligasi ritel (ORI) Rp 8,94 triliun.

Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual memperkirakan peminat SBN ritel pemerintah tahun depan tidak jauh berbeda dengan tahun ini. David mengatakan, rendahnya minat SBN tahun ini lantaran imbal hasil yang ditawarkan pemerintah mirip deposito.


"Kalau tahun depan gapnya (imbal hasil SBN ritel dan deposito) masih sama, sehingga kurang lebih peminatnya masih sama," kata David kepada KONTAN, Selasa (19/12).

Imbal hasil sukri yang diterbitkan pemerintah di tahun ini sebesar 6,9%, lebih rendah dari tingkat imbalan seri sebelumnya sebesar 8,3%. Sementara itu, tingkat kupon ORI yang diterbitkan pemerintah pada tahun ini sebesar 5,85%, terendah sejak ORI diterbitkan pada 2006.

David memperkirakan, tingkat imbal hasil baru akan meningkat di tahun 2019 mendatang. Sebab, tahun ini pasar belum terlalu bereaksi atas kenaikan bunga acuan The Fed.

"Suku bunga The Fed akan terus naik. Mungkin tahun depan belum beraksi. Tahun 2019 baru ada kenaikan yang lumayan sehingga investor bisa saja nunggu 2019," tambah dia.

Ia juga memperkirakan, penerbitan obligasi ritel online tahun depan belum banyak peminatnya meski membantu distribusi, terutama kawasan perkotaan. Sebab, pemilik dana dalam jumlah yang besar mayoritas oleh orang tua yang cenderung memilih investasi secara tradisional.

Sementara investor generasi milenial yang disasar pemerintah, hanya sedikit yang punya dana meski punya akses lebih ke internet.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Markus Sumartomjon