KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia berkomitmen membeli 24 unit pesawat tempur F-15EX asal Amerika Serikat (AS). Ekonom memperingatkan, pemerintah sebaiknya berhati-hati mengambil keputusan tersebut melihat kondisi keuangan negara yang sedang lesu. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Tauhid Ahmad Tauhid Ahmad menilai, pembelian 24 unit pesawat tempur F-15EX ini nantinya bisa memperlebar defisit Neraca Pembayaran Indonesia. Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatatkan NPI berbalik defisit sebesar US$ 7,4 miliar pada periode April 2023 hingga Juni 2023 .
Baca Juga: Awas!! Belanja Pesawat Tempur Besar-besaran Bisa Menggempur Otot Rupiah Tauhid mengimbau, pemerintah sebaiknya melakukan pertukaran produk-produk ekspor yang dibutuhkan negara pemasok pesawat tempur, dalam hal ini seperti AS, alih-alih melakukan pembelian melalui anggaran negara yang mungkin akan tercermin dari belanja kementerian lembaga. Apabila sistem pertukaran produk tidak dilakukan, menurutnya mata anggaran yang akan dipakai dalam hal ini juga perlu untuk diperhatikan. Tauhid bilang, belanja lain-lain bisa jadi jumlahnya akan lebih besar dari program-program kementerian lembaga di akun pemerintah. "Nah ini yang saya kira itu akan menambah defisit kalau misalnya memang kita pendapatan negaranya sekarang lagi jebloknya turun, terutama dari bea masuk yang terendah ya karena ekspor kita relatif, import kita katakanlah tidak terlalu menggembirakan dan ekspor kita juga lagi tertahan," terang Tauhid kepada Kontan.co.id, Rabu (23/8). Tauhid melihat, urgensi dari pembelian 24 unit pesawat tempur F-15EX juga belum terlihat. Pasalnya, sebelumnya Kementerian Pertahanan (Kemenhan) juga akan membeli 42 unit Rafale lengkap dengan persenjataan senilai total US$8,1 miliar dari Prancis. Selain itu, Kemenhan juga telah meneken kontrak pembelian 12 unit pesawat nirawak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV) ANKA yang diproduksi Turkish Aerospace. Karena itu, Tauhid merasa pasokan pesawat tempur udara saat ini belum perlu ditambah lagi dengan kehadiran F-15EX, melihat belum ada ancaman berarti di sisi pertahanan udara.
Baca Juga: Ini Alasan Indonesia Teken MOU Pembelian 24 Pesawat Tempur F15-EX "Kalau secara ekonomi yang seringkali kelupaan itu bukan angkatan udara, tapi laut ya, karena laut itu sumber ekonomi yang belum tergarap dengan baik, wilayah tangkapan ikan kita juga masih banyak yang tidak terjaga ketimbang udara," imbuhnya.
Tauhid mengimbau, pemerintah sebaiknya menambah kebutuhan pertahanan lebih banyak di wilayah laut ketimbang udara, terlebih melihat ancaman yang cukup sensitif di wilayah Natuna. Dia menambahkan, meskipun minimal essential force adalah 5% Produk Domestik Bruto (PDB), pemerintah perlu melihat kebutuhan lainnya. Secara prioritas, Tauhid bilang infrastruktur sifatnya lebih penting untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi. Di tahun politik nanti, dia juga berharap pemerintah dapat menaruh fokus anggaran untuk memecahkan isu-isu persoalan masyarakat seperti menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi