Ekonom nilai besaran bantuan subsidi upah tak cukup, idealnya berapa?



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah bakal memberikan bantuan subsidi upah atau gaji (BSU) untuk 8,8 juta pekerja. Masing-masing pekerja akan mendapat Rp 1 juta dalam periode dua bulan, atau bisa dikatakan Rp 500.000 sebulan. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, bantuan ini diberikan untuk menurunkan angka pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri, sebagai akibat dari PPKM Darurat dan PPKM Level 4.

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai, jumlah BSU yang akan diberikan ini terlalu sedikit. Pasalnya, tidak sedikit pekerja yang bahkan dirumahkan tanpa digaji selama PPKM darurat ini. 


“Bahkan idealnya, Rp 1,5 juta rupiah untuk satu bulan dan total minimum Rp 5 juta rupiah dalam 3 bulan. Bukan 2 bulan. Karena, efek PPKM dirasakan bisa sampai 3 bulan ke depan,” ujar Bhima kepada Kontan.co.id, Kamis (22/7). 

Baca Juga: Memprihatinkan! 163 daerah lambat menyalurkan BLT Desa di tengah PPKM Darurat

Bhima juga menyayangkan, BSU ini seakan hanya condong pada pekerja sektor formal. Padahal, ada sekitar 59% pekerja atau 78 juta orang yang bekerja di sektor informal dan juga tidak terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan. 

Dari segi jumlah penerima, Bhima mengimbau agar penerima BSU sebaiknya ditambah menjadi 20 juta hingga 30 juta orang. Karena, ada ketakutan PPKM ini menimbulkan risiko PHK massal di berbagai sektor. 

Kemudian, pemerintah ini menggabung program BSU ini dengan tambahan anggaran bagi program Kartu Prakerja, sehingga untuk bantuan ini, pemerintah mengucurkan total Rp 10 triliun anggaran tambahan. 

Bhima pun mengkritik hal ini. Sebaiknya, pemerintah tak menggabung program BSU dan program pra kerja. Apalagi, secara konsep berbeda. “Harus ikut pelatihan dulu baru mendapat insentif. Padahal, yang dibutuhkan sekarang adalah cash (tunai) dan ditrasnfer secepatnya,” tandasnya. 

Selanjutnya: Pemerintah genjot testing dan tracing, pasien positif corona akan diisolasi terpusat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli