KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom senior Faisal Basri menilai PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) masih mampu mengelola utang dengan baik kendati total utang yang dimiliki perusahaan pelat merah ini mencapai Rp 451 triliun di tahun 2020. Faisal bilang, hal ini tercermin dari peningkatan nilai utang dalam lima tahun terakhir yang jauh di bawah nilai investasi dan aset perusahaan setrum pelat merah tersebut. Apalagi nilai utang tahun 2020 sebenarnya turun Rp 2 triliun dibanding posisi utang PLN di tahun 2019.
"Utang PLN tidak dipakai untuk foya-foya. Hampir semua dipakai untuk investasi. Hanya sebagian kecil untuk menjaga
cashflow (arus kas)," jelas Faisal, beberapa saat yang lalu. Dia melanjutkan, pada periode 2015-2020, penambahan nilai utang PLN mencapai Rp 199 triliun. Sementara itu, nilai investasi untuk periode yang sama mencapai Rp 448 triliun.
Baca Juga: Pemerintah setop bangun PLTU mulai 2025, ini kata pemain EBT Wujud investasi itu antara lain penambahan aset berupa pembangkit total 10.000 megawatt, transmisi sepanjang 23.000 kilometer sirkuit, dan gardu induk total 84.000 MvA. Bagi masyarakat, manfaat investasi PLN dirasakan dalam bentuk peningkatan rasio elektrifikasi. Dari 88,3% menjadi 99,2%. Dengan kata lain, hampir seluruh wilayah Indonesia sudah terjangkau layanan kelistrikan dari PLN. “PLN ini BUMN aset terbesar, sampai April 2021 mencapai Rp 1.599,5 triliun. Harus kita jaga bersama-sama. Tidak ada BUMN lain dengan aset sebesar ini,” imbuh Faisal. Adapun, merujuk laporan keuangan BUMN lainnya, BRI dan Bank Mandiri punya aset masing-masing Rp 1.387 triliun dan Rp 1.001 triliun. Sementara Pertamina Rp 984 triliun. Adapun, aset BNI dan BTN masing-masing bernilai Rp 709 triliun dan Rp 297 triliun. BUMN lain beraset total di bawah PLN, Pertamina, dan empat bank pemerintah tersebut. Investasi PLN, lanjut Faisal, bisa lebih besar dari utang karena sumber dananya tidak hanya pinjaman. Sebagian investasi PLN didanai dari kas internal dan penambahan modal. Investasi dari kas internal dimungkinkan karena PLN masih mencatatkan keuntungan. Faisal melanjutkan, PLN tetap mampu menjaga kinerja kendati harga listrik belum mengalami kenaikan sejak 2017.
Baca Juga: PLN berhasil uji coba PLTU IPP Kalbar-1 "Ongkos terus naik, harga tidak boleh dinaikkan," jelas dia.
Adapun, kenaikan pendapatan yang diraih oleh PLN dinilai memang ditopang oleh penambahan jumlah pelanggan. PLN mencatat jumlah pelanggan bertambah dari 61 juta menjadi 79 juta pelanggan. Kendati demikian, kenaikan jumlah pelanggan yang berdampak pada peningkatan pendapatan diakui juga turut berdampak pada terkereknya biaya produksi. “Penyambungan kabel, penyediaan energi primer, semua butuh biaya,” pungkas Faisal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari