Ekonom nilai penurunan tarif BBM dan listrik bagus bila berkelanjutan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di awal tahun, pemerintah menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif listrik. Penurunan harga dipicu oleh tren melemahnya harga minyak mentah dunia serta menguatnya kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Ekonom menilai penurunan ini bagus bila berkelanjutan.

Seperti yang diketahui, PT Pertamina (Persero) memutuskan untuk memangkas harga beberapa variasi produk BBM yang dijualnya. Pertamina menurunkan harga Pertamax dari Rp 10.200 menjadi Rp 9.850 per liter.

Untuk wilayah Jakarta, harga BBM non subsidi Pertamax Turbo juga turun dari Rp 12.000 menjadi Rp 11.200 per liter, Dexlite turun dari Rp 10.300 menjadi Rp 10.200 per liter, dan Dex turun dari Rp 11.750 menjadi Rp 11.700 per liter.


Tak hanya itu, Pertamina juga menyamakan harga Premium di wilayah Jawa, Madura, dan Bali dengan harga di luar wilayah tersebut menjadi Rp 6.450 per liter.

Menyusul Pertamina, PT PLN (Persero) juga menyatakan akan memangkas tarif listrik untuk pelanggan R-1 900 Volt Ampere yang berjumlah 21 juta rumah tangga.

Tarif diturunkan dari sebelumnya Rp 1.352 per kWh menjadi tinggal Rp 1.300 per kWh.

Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai, keputusan pemerintah menurunkan harga BBM dan tarif listri sebagai hal yang wajar. "Karena harga minyak dunia memang trennya menurun, nilai tukar juga sedang menguat," kata David, Minggu (17/2).

Kendati begitu, ia mengatakan, biasanya penurunan harga BBM dan listrik tidak berdampak signifikan terhadap harga barang-barang. Sebaliknya, jika harga BBM dan listrik kembali naik, itu akan berpengaruh terhadap harga barang dan tingkat inflasi.

Oleh karena itu, David berharap pemerintah konsisten dalam menetapkan harga BBM dan listrik. Maksudnya, pemerintah ecara berkala mengevaluasi harga sesuai dengan kondisi sehingga naik turun harga benar-benar mengikuti dinamika global.

Yang sering terjadi, pemerintah cenderung enggan menaikkan harga saat sudah diperlukan. Selain membebani anggaran, penundaan kenaikan harga juga menyebabkan pemerintah mesti menaikkan harga di kemudian hari dengan jumlah yang blebih besar.

Kenaikan harga yang lebih besar tentu akan berdampak pada harga barang-barang yang kemudian dapat memicu inflasi lebih tinggi. "Jadi, pemerintah turunkan harga itu tidak apa-apa. Asal, kalau nanti harga minyak sudah naik lagi, ya pemerintah segera evaluasi dan naikkan kembali harga minya secara bertahap. Harga BBM memang sudah sewajarnya sering naik-turun," tandas David.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli