KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) sempat memberlakukan kewajiban lapor dana hasil ekspor (DHE) bagi para eksportir. Bahkan, BI juga sempat mengeluarkan pernyataan ingin mewajibkan konversi DHE ke rupiah. Namun, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, masih ada tantangan yang menghambat aturan wajib konversi dan menyimpan DHE di perbankan dalam negeri. “Insentif yang dianggap terlalu kecil, kurang dalamnya pasar valuta asing Indonesia, hingga pelaku usaha yang sengaja menghhindari pengawasan otoritas dengan menyimpan uang di bank luar negeri,” tutur Bhima kepada Kontan.co.id, Selasa (6/9).
Baca Juga: Stagnan di Agustus, Cadangan Devisa 2022 Diramal Capai US$ 140 Miliar Bhima mengingatkan, ini menjadi salah satu tugas yang harus diperhatikan BI. Ia menyarankan, BI perlu mempertimbangkan langkah yang sifatnya persuasif untuk menarik para eksportir mengikuti aturan DHE. Selain itu, Bhima juga mengimbau agar BI tetap tegas dalam menerapkan sanksi atau hukuman bagi para pelaku usaha yang tidak mengikuti aturan DHE. Sementara itu, Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman menyebut, ketentuan lapor DHE pernah efektif dalam menjaga pasokan valuta asing. Namun, pandemi Covid-19 membuat efektivitasnya jadi berkurang. “Dulu, sebelum pandemi Covid-19 ini cukup efektif. Namun, ketika pandemi, sanksi bagi yang melanggar aturan DHE diperlonggar sebagai bentuk relaksasi bagi dunia usaha,” tutur Faisal kepada Kontan.co.id, Rabu (7/9). Saat ini, pandemi Covid-19 sudah mulai mereda dan dampaknya juga mulai minim terhadap perekonomian Indonesia. Faisal menilai ini saat yang tepat bagi pemerintah untuk kembali getol mempersuasi wajib lapor DHE dan bahkan mengenakan sanksi atau denda bagi pelanggar aturan DHE. Baca Juga: Intervensi Pasar dan Cadangan Devisa