KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perayaan Natal dan Tahun Baru diperkirakan mengerek inflasi Desember 2017 ini. Sementara tahun depan inflasi akan relatif terjaga. Direktur Penelitian CORE Indonesia Mohammad Faisal memperkirakan inflasi Desember 2017 di kisaran 0,47% month on month (mom). Perkiraan itu tidak jauh berbeda dari taksiran ekonom PT Samuel Sekuritas Indonesia Lana Soelistianingsih, yakni 0,48% mom. Angka ini lebih rendah daripada inflasi Desember 2016 yang mencapai 0,5%."Terlebih lagi tahun-tahun sebelumnya yang mencapai 1% bahkan lebih," kata Faisal (27/12).
Menurut Faisal,
low demand menjadi penyebab tertekannya inflasi. Keinginan untuk konsumsi masyarakat menengah atas dan daya beli masyarakat menengah bawah lebih rendah dibanding tahun-tahun sebelumnya. Selain itu, menurut Lana naiknya permintaan uang dan peningkatan transaksi disertai banyaknya orang bepergian saat akhir tahun menambah tekanan inflasi. Sementara hingga akhir tahun diperkirakan mencapai 3,4%-3,5%. "Tahun depan sama, sekitar 3,5%," kata Faisal. Lana mengatakan inflasi 2018 akan relatif terjaga dengan tidak dinaikkannya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) hingga Maret 2018. Keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif dasar listrik dan BBM hingga Maret nanti membantu menekan inflasi. "Jadi relatif masih bisa di level saat ini," kata Lana. Eko Listyanto, peneliti Indef menilai kebijakan untuk tidak menaikkan tarif dasar listrik dan harga BBM secara umum akan menjaga terkendalinya inflasi dari sisi
administrated price dan membantu pemulihan daya beli masyarakat. Akan tetapi, hal tersebut akan menambah beban Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Pertamina.
Hal yang sama juga diperkirakan peneliti Indef Bima Yudhistira. Menurutnya, Pertamina akan menanggung selisih jika pemerintah tidak menambah subsidi energi atau menyesuaikan harga BBM. "Utang Pertamina bisa membengkak, kalau ini terus dilakukan saya khawatir bisa terjadi kelangkaan pasokan premium dan LPG 3kg," kata Bima. Lana menambahkan, subsidi akan tetap meskipun harga minyak saat ini mencapai US$60 dan diperkirakan mencapai US$80 pada 2018. Akan tetapi, pemerintah dapat menyiasatinya dengan mengurangi volume subsidi meski berakibat BBM jenis premium akan semakin sulit ditemui. Ini berarti harga BBM tidak naik tapi pasokan berkurang dari peredaran. Meski begitu, Lana menduga harga tidak dinaikkan hingga akhir tahun 2018 nanti. "Karena tahun depan adalah tahun pilkada," kata Lana. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto