Ekonom Pefindo nilai penerbitan obligasi global punya risiko besar



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Moody's mengingatkan adanya ancaman resesi global dalam 12-18 bulan ke depan. Kepala Ekonom Moody's Analytics Mark Zandi memprediksi pertumbuhan ekonomi global akan terus melemah. 

Untuk terhindar dari perlambatan ekonomi, Zandi menyebut salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah memberikan stimulus moneter melalui bank sentral. Dalam beberapa waktu terakhir pun, banyak bank sentral memangkas suku bunga acuan.

The Fed telah menurunkan suku bunga dua kali, yang juga dilakukan oleh Indonesia.


Kondisi tersebut perlu menjadi perhatian korporasi apabila ingin menerbitkan obligasi global. Sebab menurut Ekonom Pefindo Fikri C Permana , obligasi global memiliki sensitifitas yang lebih tinggi terhadap kondisi global terutama karena profil investor juga berasal dari luar negeri.

"Di samping itu, dengan perhitungan menggunakan Dolar Amerika Serikat (AS) maka isu nilai tukar akan menjadi hal yang ikut diperhatikan," jelas dia.

Dalam hal ini, korporasi juga perlu melihat defisit transaksi berjalan yang juga mempengaruhi pergerakan nilai tukar. Kondisi lain yang perlu membuat korporasi berhati-hati termasuk isu duniatex gagal bayar.

"Mungkin bisa diantisipasi dengan lebih baik karena risiko penerbitan global saat ini relatif lebih besar, sehingga kemungkinan permintaan kupon oleh investor lebih hati-hati," jelas Fikri.

Hal ini berbeda dengan obligasi berdenominasi Rupiah. Pasalnya bila obligasi global banyak dibeli investor luar, maka kebalikannya dengan obligasi Rupiah yang banyak dibeli investor dalam negeri. Profil investor tersebut memengaruhi pertimbangan penerbitan obligasi. 

Menurut Fikri, justru saat ini merupakan waktu yang tepat untuk menerbitkan obligasi Rupiah. Mengingat Bank Indonesia (BI) telah memangkas suku bunga dan ekonomi dalam negeri dinilai masih cukup solid di tengah ancaman resesi global. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli