Ekonom: Pengaruh depresiasi rupiah ke inflasi masih kecil



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Inflasi inti Juli 2018 yang diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat cukup tinggi. Bahkan, inflasi inti memberikan andil terbesar terhadap inflasi umum Juli 2018 yang tercatat 0,28%.

BPS mencatat, inflasi inti Juli 2018 sebesar 0,41%, tertinggi sejak Februari 2017. Sementara itu, inflasi inti tahunan Juli 2018 sebesar 2,87% year on year (yoy), tertinggi sejak Januari 2018. Sedangkan andil inflasi inti Juli sebesar 0,24%.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, pengaruh imported inflation dari depresiasi nilai tukar rupiah terhadap inflasi inti Juli ada, tapi tidak terlalu besar. Sebab, inflasi pada harga produsen yang dicatatkan BPS juga masih rendah, yaitu hanya 0,03% pada kuartal II-2018 dibanding kuartal sebelumya.


"Kalau indeks harga konsumen (IHK) naik dari imported inflation, harga produsen harusnya naiknya (inflasi) tinggi," kata Josua kepada Kontan.co.id, Rabu (1/8).

Lebih lanjut menurutnya, rendahnya inflasi pada harga produsen menunjukkan produsen belum melakukan penyesuaian meski nilai tukar rupiah melemah. Ia menduga, produsen rela mengurangi marginnya demi menjaga volume penjualan.

Josua menambahkan, tingginya inflasi inti tersebut dipengaruhi oleh permintaan domestik yang mulai meningkat, ditambah lagi adanya kenaikan pada biaya sekolah. Makanya, inflasi inti Juli di atas ekspektasi.

"Sebab survei konsumen mulai improve dan penjualan eceran juga naik," tambahnya. 

Meski begitu, ia juga menilai tingginya inflasi inti Juli belum bisa sepenuhnya menggambarkan bahwa permintaan domestik meningkat. Makanya, perlu menunggu data inflasi inti Agustus dan September.

Josua optimistis, baik inflasi inti maupun inflasi umum sampai akhir tahun akan terjaga. Sebab, ekspektasi inflasi juga akan terjaga sejalan komitmen pemerintah menjaga inflasi dan upaya BI yang telah menaikkan bunga acuan untuk menjaga ekspektasi inflasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi