KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah ekonom menilai target pertumbuhan ekonomi pemerintah masih terlalu tinggi alias
overshoot. Menurut hitungan ekonom, dengan melihat perkembangan ekonomi global dan domestik, ekonomi Indonesia pada 2019 diprediksikan maksimal hanya akan tumbuh di kisaran 5,1-5,2%. "Pemilu di 2019 memang punya dampak positif untuk dorong konsumsi rumah tangga karena belanja politiknya cukup besar. Namun di sisi lain, pemilu membuat investor
wait and see," ujar Bhima Yudhistira, Ekonom Indef, Kamis (18/6). Selain itu kinerja ekspor masih terpengaruh perang dagang dan gejolak di Turki. Motor utama pertumbuhan di 2019 ada dua, yaitu belanja pemerintah ,bansos dan belanja politik, serta konsumsi rumah tangga.
Untuk target inflasi 3,5% dinilai akan semakin berat untuk dicapaidan lebih mendekati batas atas di kisaran 4%. Harga minyak mentah berpotensi naik, dan pelemahan rupiah menyebabkan imported inflation terhadap barang kebutuhan pokok. Pemilu juga mampu dongkrak inflasi terutama makanan minuman, dan pakaian jadi karena konsumsinya naik. Bhima menyarankan pemerintah agar mengalokasikan APBN dengan lebih realistis khususnya terkait target penerimaan pajak. Di tengah ekonomi sedang melambat, harapannya pemerintah mementingkan relaksasi perpajakan. "Target pajak jangan ketinggian, yang terpenting adalah perluasan basis pajak dengan manfaatkan AEoI," kata Bhima. Sementara itu, di sisi belanja pemerintah titik tekannya berada pada skala prioritas. Sedangkan belanja infrastruktur ditekan, namun kata Bhima belanja sosial masih diperlukan kendati pemerintah harus tetap hati-hati dalam penyalurannya karena menghadapi tahun politik. Untuk pos anggaran pendidikan dan kesehatan, kata Bhima pemerintah hanya perlu mempertajam alokasinya di level teknis. Selain itu upaya menurunkan kemiskinan dan ketimpangan, sebaiknya berdimensi jangka panjang yakni lewat dana desa. Namun alokasi dana desa bukan saja harus ditambah, tapi pendampingan dan pengawasannya diperketat sehingga dapat menstimulus perekonomian desa. Sementara itu, Eric Sugandi,
Project Consultant Asian Development Bank berpendapat, dalam penyusunan RAPBN pemerintah sudah menyusun dengan lebih berhati-hati karena mempertimbangkan kondisi ekonomi global termasuk perang dagang dan kondisi ekonomi domestik yang tercermin dengan asumsi angka pertumbuhan sebesar 5,3%. Menurut Eric, target sasaran inflasi sebesar 3,5% bisa tercapai jika pemerintah tidak menaikkan
administered prices, pasokan barang dan jasa bisa terjaga, dan juga nilau rupiah harus dijaga agar tidak terus melemah, walaupun memang ada resiko tekanan terhadap pelemahan rupiah karena faktor eksternal dan defisit transaksi berjalan.
"Saya pikir yang mesti disampaikan adalah bagaimana langkah pemerintah untuk memulihkan daya beli dan konsumsi masyarakat karena konsumsi ingin digenjot di atas 5% dan investasi, mengurangi
current account deficit, dan menjaga stabilitas harga dan nilai tukar," ujar Eric Kamis (16/8). Sementara itu, Ekonom Core Pieter Abdullah bilang pemerintah perlu fokus mendorong pasar dalam negeri. "Rencana pemerintah untuk fokus membangun SDM dalam rangka meningkatkan produksi harus diarahkan untuk meningkatkan permintaan domestik. Di tengah perang dagang, pasar dalam negeri hendaknya dimanfaatkan untuk industri dalam negeri," ujar Pieter. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi