JAKARTA. Pemerintah berencana mengajukan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2015 awal tahun depan. Dalam pengajuan rancangan, dua asumsi yang dipastikan akan mengalami revisi yaitu harga minyak Indonesia (ICP) dan inflasi. Ekonom Standard Chartered Eric Sugandi menilai, selain ICP dan inflasi, yang juga perlu direvisi adalah pertumbuhan ekonomi. Target ekonomi 5,8% tahun depan dalam APBN 2015 sangat berat. Di satu sisi, ada persoalan kenaikan harga BBM yang akan mempengaruhi konsumsi rumah tangga. Di sisi lain, kenaikan suku bunga menjadi 7,75% akan membuat investasi domestik terpengaruh karena pinjaman bunga menjadi mahal. Menurut Eric, keinginan Jokowi untuk membangun infrastruktur belum cukup kuat untuk mendorong ekonomi ke arah 5,8% tahun depan dengan dua permasalahan tersebut. "Kita melihat ekonomi tahun depan di 5,2%. Kalau 5,5% masih bisa," ujarnya ketika dihubungi KONTAN, Rabu (19/11). Di sisi lain, Kepala Ekonom Bank Tabungan Negara (BTN) Agustinus Prasetyantoko berpendapat ICP dan inflasi adalah dua komponen yang harus mengalami revisi. Untuk ICP, dirinya menjelaskan, ICP adalah variabel yang sulit diprediksi karena bisa sewaktu-waktu berubah karena ketidakpastian. Tidak ada jaminan pasti apakah ke depan akan semakin turun. Prasetyantoko menilai, ICP pada tahun depan akan berada pada level US$ 100 per barel. Mengenai inflasi, hingga akhir tahun 2015 masih bisa berada di level 5%. "Kuncinya apakah pemerintah mampu memitigasi inflasi dari dampak kenaikan BBM," terangnya. Untuk pertumbuhan, diakui Prasetyantoko, level 5,8% adalah level pertumbuhan yang sangat optimis. Sebagai informasi, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan akan ada perubahan asumsi makro ICP. Patokan ICP berubah karena harga minyak dunia mengalami penurunan. Mengenai berapa asumsi ICP yang akan diajukan, dirinya masih belum menjelaskan. Kemkeu akan melakukan pemantauan karena situasi harga minyak dunia bisa sewaktu-waktu naik karena konflik politik di Timur Tengah. Asal tahu saja, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015 ICP dipatok sebesar US$ 105 per barel. Sementara itu, untuk asumsi makro inflasi, Bambang menjelaskan akan ada perubahan. "Mungkin naik. Paling ke sekitar 5%," ujar Bambang, Rabu (19/11). Inflasi dalam APBN 2015 ditargetkan 4,4%. Dengan adanya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp 2.000 per liter terhitung sejak 18 November 2014 akan memberikan tekanan bagi inflasi tahun depan. Soal pertumbuhan, Mantan Wakil Menteri Keuangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini mengaku tidak akan ada perubahan dan tetap pada level 5,8%. Yang akan menjadi penopang pertumbuhan tahun depan untuk bisa mencapai 5,8% adalah investasi. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Ekonom: Pertumbuhan di RAPBN 2015 harus direvisi
JAKARTA. Pemerintah berencana mengajukan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2015 awal tahun depan. Dalam pengajuan rancangan, dua asumsi yang dipastikan akan mengalami revisi yaitu harga minyak Indonesia (ICP) dan inflasi. Ekonom Standard Chartered Eric Sugandi menilai, selain ICP dan inflasi, yang juga perlu direvisi adalah pertumbuhan ekonomi. Target ekonomi 5,8% tahun depan dalam APBN 2015 sangat berat. Di satu sisi, ada persoalan kenaikan harga BBM yang akan mempengaruhi konsumsi rumah tangga. Di sisi lain, kenaikan suku bunga menjadi 7,75% akan membuat investasi domestik terpengaruh karena pinjaman bunga menjadi mahal. Menurut Eric, keinginan Jokowi untuk membangun infrastruktur belum cukup kuat untuk mendorong ekonomi ke arah 5,8% tahun depan dengan dua permasalahan tersebut. "Kita melihat ekonomi tahun depan di 5,2%. Kalau 5,5% masih bisa," ujarnya ketika dihubungi KONTAN, Rabu (19/11). Di sisi lain, Kepala Ekonom Bank Tabungan Negara (BTN) Agustinus Prasetyantoko berpendapat ICP dan inflasi adalah dua komponen yang harus mengalami revisi. Untuk ICP, dirinya menjelaskan, ICP adalah variabel yang sulit diprediksi karena bisa sewaktu-waktu berubah karena ketidakpastian. Tidak ada jaminan pasti apakah ke depan akan semakin turun. Prasetyantoko menilai, ICP pada tahun depan akan berada pada level US$ 100 per barel. Mengenai inflasi, hingga akhir tahun 2015 masih bisa berada di level 5%. "Kuncinya apakah pemerintah mampu memitigasi inflasi dari dampak kenaikan BBM," terangnya. Untuk pertumbuhan, diakui Prasetyantoko, level 5,8% adalah level pertumbuhan yang sangat optimis. Sebagai informasi, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan akan ada perubahan asumsi makro ICP. Patokan ICP berubah karena harga minyak dunia mengalami penurunan. Mengenai berapa asumsi ICP yang akan diajukan, dirinya masih belum menjelaskan. Kemkeu akan melakukan pemantauan karena situasi harga minyak dunia bisa sewaktu-waktu naik karena konflik politik di Timur Tengah. Asal tahu saja, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015 ICP dipatok sebesar US$ 105 per barel. Sementara itu, untuk asumsi makro inflasi, Bambang menjelaskan akan ada perubahan. "Mungkin naik. Paling ke sekitar 5%," ujar Bambang, Rabu (19/11). Inflasi dalam APBN 2015 ditargetkan 4,4%. Dengan adanya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp 2.000 per liter terhitung sejak 18 November 2014 akan memberikan tekanan bagi inflasi tahun depan. Soal pertumbuhan, Mantan Wakil Menteri Keuangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini mengaku tidak akan ada perubahan dan tetap pada level 5,8%. Yang akan menjadi penopang pertumbuhan tahun depan untuk bisa mencapai 5,8% adalah investasi. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News